Senin, 17 Agustus 2015

DISAIN DAN TEKNIK PEMBUATAN FLAP PADA PEMBEDAHAN RONGGA MULUT

DISAIN DAN TEKNIK PEMBUATAN FLAP PADA PEMBEDAHAN RONGGA MULUT

Hendri Poernomo
Bagian Bedah Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Mahasaraswati Denpasar

ABSTRACT
There are many oral surgery procedure that uses a variety of flap. The flap is opening of mucosa and gingival separated from the underlying tissue to expand the field of view and access to the bone and root surface. There are several designs of fullthickness flap, partial, high semilunar flap, flap mid-level and the envelope flap. Each design of the flap has the thickness flap position advantages and disadvantages that can be used in a wide variety of surgical procedures. Flap design is determined by the operator, and also depends on the purpose of the surgery. The entrance to the bone and root surface tissue, as well as the final position of the flap must be considered in designing the flap. By knowing the technique of flap design will help to minimize surgical trauma that would happen later.

Keywords : Flap, high semilunar flap, mid-level flap, envelop flap


PENDAHULUAN
Pencabutan dengan pembedahan harus dilakukan apabila pencabutan dengan tang tidak mungkin dilakukan, gagal atau ada gigi impaksi atau terpendam. Tidak hanya pada pencabutan gigi, pembedahan juga dilakukan pada jaringan mulut lainnya Banyak prosedur bedah yang menggunakan bermacam-macam flap. Flap merupakan pembukaan gingiva dan/atau mukosa yang dipisahkan dari jaringan di bawahnya untuk meluaskan lapang pandang dan akses menuju tulang dan permukaan akar.1
Sebelum melakukan pembedahan, operator sebaiknya mempelajari terlebih dahulu gambaran radiografik. Data-data ini sangat berguna untuk merencanakan prosedur pembedahan yang tepat. Seluruh prosedur bedah harus direncanakan secara rinci, termasuk tipe flap, lokasi insisi, tipe insisi, dan penutupan flap serta penjahitan. Walaupun telah ditetapkan suatu rencana pembedahan, operator harus siap untuk mengubah rencana tersebut jika menemukan masalah-masalah yang tidak terduga selama pembedahan.2
Untuk pencabutan gigi yang sulit atau mengalami komplikasi, atau gigi impaksi, pembedahan dimulai dengan pembuatan flap mukoperiosteal untuk mencapai jalan masuk ke tulang rahang. Kemudian jalan masuk ke gigi dicapai dengan mengambil tulang secara konservatif sehingga jalan masuk menjadi tidak terhalang atau lebih baik dengan memotong gigi secara terencana sebelum giginya dikeluarkan. Pada tahap akhir prosedur ini, jaringan lunak dikembalikan ke tempatnya dan distabilisasi dengan penjahitan.1
Kecenderungan yang ada selama ini adalah jarang dilakukan pembuatan flap atau pembuatan flap yang terlalu kecil.1Disain flap ditentukan oleh operator dan juga tergantung pada tujuan pembedahan. Jalan masuk menuju tulang dan permukaan akar yang berada dibawah jaringan, serta posisi akhir flap, harus menjadi pertimbangan dalam mendesain flap.2 Dasar flap dibuat lebih lebar dari puncaknya, disamping untuk memberi lapang pandang yang jelas, juga untuk mempercepat proses penyembuhan pasca operasi.Pembuatan flap  juga diusahakan agar tidak menganggu suplai darah serta memungkinkan flap untuk diletakkan kembali dengan tepat pada akhir pembedahan.3

DEFINISI FLAP
Flap adalah bagian dari gingiva, mukosa alveolar atau periosteum yang dipisahkan atau dipotong dari gigi dan prosesus alveolar dengan suplai darah tetap terpelihara.4 Flap merupakan pembukaan gingiva dan atau mukosa yang dipisahkan dari jaringan di bawahnya untuk meluaskan lapang pandang dan akses menuju tulang dan permukaan akar.2 Menurut Yukna, flap didefinisikan sebagai bagian dari gingiva, mukosa alveolar, atau periosteum yang masih memiliki suplai darah pada saat diangkat atu dipisahkan dari gigi dan tulang alveolar.5
Sebagian besar flap yang dibuat untuk tujuan bedah, diletakkan di bagian bukal, karena disain ini paling langsung dan tidak rumit untuk mencapai gigi yang fraktur atau terpendam. Disain di bagian bukal akan memberikan lapang pandang yang baik dan jalan masuk alat yang mudah. Apabila variasi anatomi dan patologi yang perlu pembedahan terletak di palatal atau lingual, maka dibuat flap lingual. Kadang diperlukan flap yang meliputi bukal dan lingual permukaan alveolar yang disebut flap contiguous.1

PRINSIP DISAIN FLAP
Menurut Barnes, prinsip–prinsip dalam disain flap yaitu6: Flap harus memperoleh suplai darah yang cukup, mukosa mulut penuh dengan pembuluh darah dan dasar flap tidak terlalu sempit maka nekrosis karena iskemia tidak akan terjadi; flap harus sesuai ukurannya dan terbuka penuh ( fully reflected ); bila sebuah luka sembuh dengan penutupan primer maka penyatuannya adalah berhadapan dan bukan menurut panjangnya sehingga sebuah insisi yang tidak terinfeksi diharapkan akan sembuh secepatnya.Flap yang dibuat terlalu kecil dapat menyebabkan operasi tidak dapat dilakukan secara baik karena aksesnya tidak memadai serta kurang luas daerah pandang; tambahan pula jaringan akan mudah teregang atau robek sehingga menimbulkan rasa nyeri sesudah operasi dan memperlambat penyembuhan.Flap harus dapat terbuka penuh dan bersih, serat periosteum yang masih melekat pada tulang akan berdarah serta menempel pada bur sewaktu pengambilan tulang dan menyulitkan identifikasi tanda – tanda anatomis yang kecil, bila flap tidak terbuka dengan bersih maka akan dapat menimbulkan banyak masalah sejak operasi dimulai; tepi – tepi flap harus berada pada tulang yang sehat.
Bila flap dijahit di atas bagian berongga akan memudahkan terjadinya infeksi dan kehancuran bekuan darah dibawahnya, akibatnya kesembuhan akan tertunda atau, bila antrum terlibat, akan terjadi fistula oroantral.

JENIS - JENIS FLAP
Menurut Yukna, jenis – jenis flap berdasarkan komponen jaringan, yaitu7 :

Flap Berketebalan Penuh (Flap Mukoperiosteal/ Full-Thickness Flap)
Flap berketebalan penuh (flap mukoperiosteal) terbentuk atas gingival, mukosa, submukosa, dan periosteum. Flap ini dibuat dengan cara memisahkan jaringan lunak dari tulang dengan pemotongan tumpul.Tekniknya sebagai berikut. Buatlah insisi serong ke dalam (internal bevel), dari dekat tepi gingiva ke arah puncak tulang alveolar, dengan mempertahankan gingiva berkeratin sebanyak mungkin. Mata pisau No.11,12b,15 atau 15c biasa digunakan untuk membuat insisi awal ini. Pisau No.11 atau 15c dengan tangkai yang telah dimodifikasi dapat digunakan dengan baik untuk membuat insisi di daerah lingual atau palatal. Insisi awal ini sebaiknya diperluas ke sekeliling leher gigi dan daerah interproksimal untuk mempertahankan tinggi jaringan papilla interdental untuk penjahitan.Kemudian pisahkan jaringan dari tulang dengan elevator periosteal (rasparatorium) atau chisel (blunt dissection), agar flap dapat dibuka dan mudah digerakkan, serta memberi akses yang cukup ke struktur–struktur di bawahnya, seperti puncak tulang, daerah cacat tulang, sementum nekrotik, dll. Setelah itu dibuat insisi kedua mengelilingi setiap gigi ke arah puncak tulang atau aspek koronal dari ligamen periodontium dengan pisau bedah, chisel Fedi atau chisel Ochsenbein. Insisi kedua ini memutuskan serabut gingiva suprakrestal dari permukaan gigi.Pisau bedah digunakan untuk membuang jaringan yang tertinggal, dengan cara memotong secara horizontal tepat di atas puncak tulang(gambar 1).

Penggunan disain flap dengan berketebalan penuh, diindikasi untuk perawatan alveoplasti multiple dan fistula oroantral.



Flap Berketebalan Sebagian (Flap Mukosa/Partial-Thickness Flap)
Flap berketebalan sebagian terdiri atas gingiva, mukosa atau submukosa, tetapi tidak termasuk periosteum. Flap ini dibuat dengan membuat insisi tajam sampai ke dekat tulang alveolar, tetapi periosteum dan jaringan ikat tetap dibiarkan melekat ke tulang dan menutupi tulang.
Teknik untuk melakukan flap ini hampir sama dengan teknik flap berketebalan penuh, kecuali insisi awal dan cara merefleksi atau membuka flap yang berbeda. Langkah – langkahnya adalah sebagai berikut :
Buat insisi serong ke dalam (internal bevel) menggunakan pisau bedah, mulai dari tepi gingival, sejajar dan dekat ke permukaan luar tulang, tetapi biarkan jaringan lunak setebal kurang lebih 0,5-1 mm tetap utuh dan melekat ke tulang. Pisau bedah yang biasa digunakan adalah No.11, 12b, 15, atau 15c.
Kemudian pemotongan dilakukan menggunakan pisau bedah (sharp dissection), bukan elevator (blunt dissection). Hal ini sering menyebabkan perdarahan yang banyak selama pembedahan. Pada prinsipnya sama dengan yang dilakukan pada pembuatan flap berketebalan penuh.
Teknik ini dipertimbangkan apabila flap akan digeser atau ditransfer sehingga menghindari daerah tulang yang terdedak.
Menurut Barnes, disain dan indikasi masing-masing flap sebagai berikut6:

Flap Semilunar Tinggi

Desain Flap ini dibuat pada mukosa setinggi apeks gigi (Gambar 2).
Gambar  2 . Macam-macam Desain  flap : a. semilunar; b. mid-level; c.amplop6


Kelebihannya memberikan perlekatan gingiva dan sebagian besar mukosa cekat tetap terpelihara dengan baik walaupun tetap diperoleh jalan masuk ke regio apikal dan sekitarnya. Sedangkan kekurangannya flap sukar diangkat, aksesnya minimum dan tidak mudah diperluas. Bila sebelum operasi, perencanaannya salah maka kehilangan tulang yang tak terduga, memungkinkan tepi-tepi flap menutupi rongga, oleh karena mukosa banyak mengandung pembuluh darah, baik selama operasi maupun sesudahnya akibat penutupan yang tidak tepat. Tepi-tepi jahitan kemungkinan besar terjadi infeksi dan hal ini akan memperlambat penyembuhan.

Indikasi penggunaan desain flap tepi semilunar pada kasus kista nasoalveolar.6

Flap mid-level

Disain insisi horizontal pada flap mid-level harus dibuat di mukosa terkeratinisasi dari gingiva cekat, sepanjang minimal 7 mm di atas tepi gigiva. Akses yang cukup dapat diperoleh dengan insisi sederhana dan lurus asal panjangnya memadai (Gambar 3). 
Gambar 3. a.Flap mid-level dengan insisi pembebas. b.lokasi flap dengan menggunakan jahitan pada tiap sudut. Jahitan tambahan mencegah terbukanya luka6

Flap ini merupakan prosedur singkat dan sederhana untuk kasus-kasusyang diseleksi dengan hati-hati. Adapun syarat-syarat seleksinya yaitu: Mukosa yang mengalami keritinisasi harus cukup lebar,kerusakan tulang apikal harus minimal, tidak ada poket periodontium. Indikasi utama untuk melakukan flap mid-level adalah kebutuhan utuk menjamin tidak terbukanya tepi-tepi mahkota dengan cepat akibat resesi gingiva.6Kelebihannya mudah dibuat dan diangkat, penutupannya mudah, penyembuhan umumnya cepat dan resesi gingiva dini tidak terjadi.Kekurangannya jika flap dibuka flap akan mengerut sedikit dan tepi-tepinya cenderung membalik, kadang-kadang penderita mengeluh adanya nyeri neuralgik atau hilangnya rasa pada gusi sebagai akibat terputusnya ujung serat-serat saraf, drainase nanah yang terlalu lama dari lesi apikal sepanjang membran periodontal dapat menimbulkan hilangnya tulang alveolar dan terjadinya dehisens, upaya untuk menjahit flap garis tengah di daerah yang mempunyai poket periodontal yang dalam dapat mengakibatkan kerusakan jaringan puncak gingiva dan pembentukan celah gusi,  bila diluar dugaan lesi tulang ternyata luas atau jika antrumnya terbuka maka garis insisi berada di atas suatu rongga. Pada rahang bawah, sabuk mukosa yang mengalami keratinisasi jarang cukup lebar untuk insisi mid-level. Sekalipun cukup, umumnya gingiva tipis dan mudah robek oleh tarikan kuat dari otot-otot mulut dan mentalis.6

Flap Amplop (Envelope)
Disain elemen horizontal dari tepi flap dipotong pada krevis gingiva dan biasanya melalui beberapa bagian dari satu atau beberapa papila interdental. Pengangkatan dimungkinkan oleh adanya insisi pembebas diagonal (diagonal relieving incision) yang luas ke atas melalui gingiva cekat sampai ke mukosa yang tidak berkeratin. Dua insisi pembebas biasanya dibuat pada waktu pengangkatan flap di daerah anterior, satu insisi tunggal pada sebelah anterior biasanya memberi akses cukup pada gigi-gigi belakang. Pada kasus-kasus khusus yang kehilangan tulang apikalnyaminimal dan akarnya lurus maka insisi horizontal hanya perlu dibuat disekeliling leher gigi bersangkutan. Bila ragu-ragu buatlah insisi horizontal meliputi leher dua gigi atau lebih.
Pisau Swann-Morton nomor 5 ditekankan hampir vertikal terhadap krevis gingiva sampai menyentuh puncak alveolar di bawahnya. Kontur tepi gingiva diikuti sejauh permukaan aproksimal papila interdental yang kemudian dipotong sampai mencapai tepi aproksimal tepi gingiva sebelahnya. Insisi tidak perlu diperdalam sampai ruang interdental. Insisi pembebas dimulai pada pertemuan antara papila interdental dan tepi gingiva lengkap terakhir yang ikut dalam flap. Insisi harus diarahkan ke atas dan harus cukup diagonal untuk menghindari terbentuknya benjolan gusi di tepi flap yang akan menyulitkan penjahitan. Insisi diperluas ke dalam mukosa dengan mata pisau terus dipertahankan tetap mengenai tulang.Indikasi penggunaan flap envelope,yaitu pada kasus eksostotis yang akan dilakukan perawatan alveolektomi, kista globulomaksilaris, kista traumatik (kista tulang soliter), fistula oroantral.

Insisi Pada Rahang Bawah
Keadaan anatomi di sudut rahang, yang berjarak sangat dekat dengan nervus lingualis, harus dipertimbangkan pada waktu membuat insisi. Biasanya, insisi bersudut dengan ujung distal pada bagian ramus asendens mandibula dan perluasan ke vestibular pada batas gigi molar kedua terbukti baik. Komplikasi terbentuknya jaringan parut dikarenakan pemilihan garis insisi yang tidak benar atau berbahaya. Ramus asendens melebar ke arah lateral dengan lebar yang berbeda-beda pada setiap penderita. Semua incisi yang dibuat sepanjang dataran oklusal distal molar kedua membawa risiko rusaknya nervus lingualis yang terletak di bawah membran mukosa. Sebelum dilakukan insisi, operator harus mengetahui keadaan anatomi daerah insisi dengan melakukan pemeriksaan palpasi. Insisi untuk operasi gigi molar ketiga bawah dapat dengan aman dibuat di atas tepi anterior ramus asendens, yaitu pada tahanan tulang dengan insisi berbentuk busur, agar penutupan mukosa yang akan terjadi setidak-tidaknya terletak sebagian di atas tahanan tulang. 8

Insisi pada rahang atas
Pada rahang, pembuatan insisi dengan bentuk yang bersudut, sehingga lebih sedikit terjadi kerusakan karena tidak ada pembuluh darah besar atau nervus yang melalui sebelah gigi molar ketiga, prosedur insisi standar harus dimodifikasi sesuai dengan kasus yang ada, dimana fistula, luka insisi, kerusakan membran mukosa, jaringan parut dan insisi untuk gigi yang tidak dioperasi harus benar-benar dipertimbangkan. 8
Tujuan utama dari prosedur bedah adalah regenerasi, yaitu mengembalikan struktur dan fungsi jaringan seperti semula. Sedangkan perbaikan merupakan hasil penyembuhan dimana struktur dan fungsi jaringan tidak kembali seperti semula, pada umumnya terjadi pembentukan jaringan parut.8Insisi harus sesuai untuk keadaan tertentu dan merupakan bagian dari rencana sebelum operasi. Pada dasarnya, keadaan umum berikut ini perlu dipertimbangkan sewaktu pembuatan flap mukoperiosteal,yaitu tidak ada kerusakan pada struktur anatomi yang penting, pandangan yang baik pada daerah operasi, suplai darah yang cukup pada flap mukoperiosteal / dasar flap harus lebar, dimungkinkan perluasan insisi, jahitan luka di atas tahanan tulang yang baik, pembentukan jaringan parut baik.8

SIMPULAN
Proses penyembuhan pasca bedah sangat dipengaruhi oleh disain flap,beberapa peneliti, menemukan bahwa flap dengan insisi lurus submarginal / envelope  penyembuhannya lebih baik dan lebih cepat bila dibandingkan flap dengan insisi triangular dan flap dengan insisi scalloped submarginal, dan penyembuhan lebih cepat dengan sedikit pengerutan jaringan.

DAFTAR PUSTAKA
1.       Pedersen GW.Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, Jakarta: EGC. 1996.h.48-50
2.       Carranza FA, Takei HH. The Periodontal Flap, Dalam Carranza’s Clinical Periodontology, Newman MG, Carranza FA, Takei HH.  Ed ke-9, W.B. Saunders Co. Philadelphia; 2002. hal 795-800
3.       HoweGL. Minor Oral Surgery, Ed ke-3, Wright Ltd., Bristol ; 1985. hal. 67, 94-98
4.       Rapley J. Penatalaksanaan Jaringan Lunak : Prosedur Mukogingiva, Dalam Silabus Periodontiti, Fedi PF, Vernino AR, Gray JL. EGC. Jakarta ; 2005, hal 23-25
5.       Yukna R. A. Penatalaksanaan Jaringan Lunak :  Flap untuk Penanganan Poket, Dalam Silabus Periodontiti, Fedi PF, Vernino AR, Gray JL. EGC. Jakarta ; 2005, hal 30-36
6.       Barnes IE.  Petunjuk Bergambar Endodontik Bedah, Hipokrates. Jakarta ; 2002, hal 28-32
7.       YuknaRA. Penatalaksanaan Jaringan Lunak : Gingivoplasti, Gingivektomi dan Flap Gingiva, Dalam Silabus Periodontiti, Fedi PF, Vernino AR, Gray JL. EGC. Jakarta ; 2005, hal 42-45

8.      Tetsch, P., Wilfried W. Pencabutan Gigi Molar Ketiga. EGC.Jakarta ; 1992, hal 64-69

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar