Bagian Bedah Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi,
Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRACT
There
are many oral surgery procedure that uses a variety of flap. The flap
is opening of mucosa and gingival separated from the underlying tissue to
expand the field of view and access to the bone and root surface. There are
several designs of fullthickness flap, partial, high semilunar flap, flap mid-level and the envelope flap. Each design of the flap has the thickness flap position advantages and disadvantages that can be used in a wide
variety of surgical procedures. Flap design is
determined by the operator, and also depends on the
purpose of the surgery. The entrance to the bone and root
surface tissue, as well as the final position of the
flap must be considered in designing the flap. By
knowing the technique of flap design will help to minimize
surgical trauma that would happen later.
Keywords :
Flap, high semilunar flap, mid-level flap, envelop flap
PENDAHULUAN
Pencabutan dengan
pembedahan harus dilakukan apabila pencabutan dengan tang tidak mungkin
dilakukan, gagal atau ada gigi impaksi atau terpendam. Tidak hanya pada
pencabutan gigi, pembedahan juga dilakukan pada jaringan mulut lainnya Banyak
prosedur bedah yang menggunakan bermacam-macam flap. Flap merupakan pembukaan
gingiva dan/atau mukosa yang dipisahkan dari jaringan di bawahnya untuk meluaskan
lapang pandang dan akses menuju tulang dan permukaan akar.1
Sebelum melakukan
pembedahan, operator sebaiknya mempelajari terlebih dahulu gambaran
radiografik. Data-data ini sangat berguna untuk merencanakan prosedur
pembedahan yang tepat. Seluruh prosedur bedah harus direncanakan secara rinci,
termasuk tipe flap, lokasi insisi, tipe insisi, dan penutupan flap serta
penjahitan. Walaupun telah ditetapkan suatu rencana pembedahan, operator harus
siap untuk mengubah rencana tersebut jika menemukan masalah-masalah yang tidak
terduga selama pembedahan.2
Untuk pencabutan gigi
yang sulit atau mengalami komplikasi, atau gigi impaksi, pembedahan dimulai
dengan pembuatan flap mukoperiosteal untuk mencapai jalan masuk ke tulang
rahang. Kemudian jalan masuk ke gigi dicapai dengan mengambil tulang secara
konservatif sehingga jalan masuk menjadi tidak terhalang atau lebih baik dengan
memotong gigi secara terencana sebelum giginya dikeluarkan. Pada tahap akhir
prosedur ini, jaringan lunak dikembalikan ke tempatnya dan distabilisasi dengan
penjahitan.1
Kecenderungan yang ada
selama ini adalah jarang dilakukan pembuatan flap atau pembuatan flap yang
terlalu kecil.1Disain flap ditentukan oleh operator dan juga
tergantung pada tujuan pembedahan. Jalan masuk menuju tulang dan permukaan akar
yang berada dibawah jaringan, serta posisi akhir flap, harus menjadi
pertimbangan dalam mendesain flap.2 Dasar flap dibuat lebih lebar
dari puncaknya, disamping untuk memberi lapang pandang yang jelas, juga untuk
mempercepat proses penyembuhan pasca operasi.Pembuatan flap juga diusahakan agar tidak menganggu suplai
darah serta memungkinkan flap untuk diletakkan kembali dengan tepat pada akhir
pembedahan.3
DEFINISI
FLAP
Flap adalah bagian dari
gingiva, mukosa alveolar atau periosteum yang dipisahkan atau dipotong dari
gigi dan prosesus alveolar dengan suplai darah tetap terpelihara.4
Flap merupakan pembukaan gingiva dan atau mukosa yang dipisahkan dari jaringan
di bawahnya untuk meluaskan lapang pandang dan akses menuju tulang dan permukaan
akar.2 Menurut Yukna, flap didefinisikan sebagai bagian dari
gingiva, mukosa alveolar, atau periosteum yang masih memiliki suplai darah pada
saat diangkat atu dipisahkan dari gigi dan tulang alveolar.5
Sebagian besar flap yang
dibuat untuk tujuan bedah, diletakkan di bagian bukal, karena disain ini paling
langsung dan tidak rumit untuk mencapai gigi yang fraktur atau terpendam.
Disain di bagian bukal akan memberikan lapang pandang yang baik dan jalan masuk
alat yang mudah. Apabila variasi anatomi dan patologi yang perlu pembedahan
terletak di palatal atau lingual, maka dibuat flap lingual. Kadang diperlukan
flap yang meliputi bukal dan lingual permukaan alveolar yang disebut flap
contiguous.1
PRINSIP DISAIN FLAP
Menurut Barnes, prinsip–prinsip dalam disain flap
yaitu6: Flap harus memperoleh suplai darah yang cukup,
mukosa mulut penuh dengan pembuluh darah dan dasar flap tidak terlalu sempit
maka nekrosis karena iskemia tidak akan terjadi; flap harus sesuai ukurannya
dan terbuka penuh ( fully reflected );
bila sebuah luka sembuh dengan penutupan primer maka penyatuannya adalah
berhadapan dan bukan menurut panjangnya sehingga sebuah insisi yang tidak
terinfeksi diharapkan akan sembuh secepatnya.Flap yang dibuat terlalu kecil dapat
menyebabkan operasi tidak dapat dilakukan secara baik karena aksesnya tidak
memadai serta kurang luas daerah pandang; tambahan pula jaringan akan mudah
teregang atau robek sehingga menimbulkan rasa nyeri sesudah operasi dan
memperlambat penyembuhan.Flap harus dapat terbuka penuh dan bersih, serat
periosteum yang masih melekat pada tulang akan berdarah serta menempel pada bur
sewaktu pengambilan tulang dan menyulitkan identifikasi tanda – tanda anatomis
yang kecil, bila flap tidak terbuka dengan bersih maka akan dapat menimbulkan
banyak masalah sejak operasi dimulai; tepi – tepi flap harus berada pada tulang
yang sehat.
Bila flap dijahit di atas bagian berongga akan
memudahkan terjadinya infeksi dan kehancuran bekuan darah dibawahnya, akibatnya
kesembuhan akan tertunda atau, bila antrum terlibat, akan terjadi fistula
oroantral.
JENIS -
JENIS FLAP
Menurut Yukna, jenis – jenis flap
berdasarkan komponen jaringan, yaitu7 :
Flap Berketebalan Penuh (Flap
Mukoperiosteal/ Full-Thickness Flap)
Flap berketebalan penuh (flap mukoperiosteal) terbentuk
atas gingival, mukosa, submukosa, dan periosteum. Flap ini dibuat dengan cara
memisahkan jaringan lunak dari tulang dengan pemotongan tumpul.Tekniknya
sebagai berikut. Buatlah insisi serong ke dalam (internal bevel), dari dekat tepi gingiva
ke arah puncak tulang alveolar, dengan mempertahankan gingiva berkeratin
sebanyak mungkin. Mata pisau No.11,12b,15 atau 15c biasa digunakan untuk
membuat insisi awal ini. Pisau No.11 atau 15c dengan tangkai yang telah
dimodifikasi dapat digunakan dengan baik untuk membuat insisi di daerah lingual
atau palatal. Insisi awal ini sebaiknya diperluas ke sekeliling leher gigi dan
daerah interproksimal untuk mempertahankan tinggi jaringan papilla interdental
untuk penjahitan.Kemudian pisahkan jaringan dari tulang dengan elevator
periosteal (rasparatorium) atau chisel (blunt
dissection), agar flap dapat dibuka dan mudah digerakkan, serta memberi
akses yang cukup ke struktur–struktur di bawahnya, seperti puncak tulang,
daerah cacat tulang, sementum nekrotik, dll. Setelah itu dibuat insisi kedua
mengelilingi setiap gigi ke arah puncak tulang atau aspek koronal dari ligamen
periodontium dengan pisau bedah, chisel Fedi atau chisel Ochsenbein. Insisi
kedua ini memutuskan serabut gingiva suprakrestal dari permukaan gigi.Pisau
bedah digunakan untuk membuang jaringan yang tertinggal, dengan cara memotong
secara horizontal tepat di atas puncak tulang(gambar 1).
Penggunan disain flap dengan berketebalan penuh,
diindikasi untuk perawatan alveoplasti multiple dan fistula oroantral.
Flap Berketebalan Sebagian (Flap Mukosa/Partial-Thickness Flap)
Flap berketebalan sebagian terdiri atas gingiva,
mukosa atau submukosa, tetapi tidak termasuk periosteum. Flap ini dibuat dengan
membuat insisi tajam sampai ke dekat tulang alveolar, tetapi periosteum dan
jaringan ikat tetap dibiarkan melekat ke tulang dan menutupi tulang.
Teknik untuk melakukan flap ini hampir sama dengan
teknik flap berketebalan penuh, kecuali insisi awal dan cara merefleksi atau
membuka flap yang berbeda. Langkah – langkahnya adalah sebagai berikut :
Buat
insisi serong ke dalam (internal bevel)
menggunakan pisau bedah, mulai dari tepi gingival, sejajar dan dekat ke
permukaan luar tulang, tetapi biarkan jaringan lunak setebal kurang lebih 0,5-1
mm tetap utuh dan melekat ke tulang. Pisau bedah yang biasa digunakan adalah
No.11, 12b, 15, atau 15c.
Kemudian
pemotongan dilakukan menggunakan pisau bedah (sharp dissection), bukan elevator (blunt dissection). Hal ini sering menyebabkan perdarahan yang
banyak selama pembedahan. Pada prinsipnya sama dengan yang dilakukan pada
pembuatan flap berketebalan penuh.
Teknik ini dipertimbangkan apabila flap akan
digeser atau ditransfer sehingga menghindari daerah tulang yang terdedak.
Menurut Barnes, disain dan indikasi masing-masing flap
sebagai berikut6:
Flap
Semilunar Tinggi
Desain Flap ini dibuat pada mukosa setinggi apeks gigi
(Gambar 2).
Kelebihannya memberikan perlekatan gingiva dan
sebagian besar mukosa cekat tetap terpelihara dengan baik walaupun tetap
diperoleh jalan masuk ke regio apikal dan sekitarnya. Sedangkan kekurangannya
flap sukar diangkat, aksesnya minimum dan tidak mudah diperluas. Bila sebelum
operasi, perencanaannya salah maka kehilangan tulang yang tak terduga,
memungkinkan tepi-tepi flap menutupi rongga, oleh karena mukosa banyak
mengandung pembuluh darah, baik selama operasi maupun sesudahnya akibat
penutupan yang tidak tepat. Tepi-tepi jahitan kemungkinan besar terjadi infeksi
dan hal ini akan memperlambat penyembuhan.
Indikasi
penggunaan desain flap tepi semilunar pada kasus kista nasoalveolar.6
Flap
mid-level
Disain insisi horizontal pada flap mid-level harus
dibuat di mukosa terkeratinisasi dari gingiva cekat, sepanjang minimal 7 mm di
atas tepi gigiva. Akses yang cukup dapat diperoleh dengan insisi sederhana dan
lurus asal panjangnya memadai (Gambar 3).
Gambar 3. a.Flap mid-level dengan insisi pembebas.
b.lokasi flap dengan menggunakan jahitan pada tiap sudut. Jahitan tambahan
mencegah terbukanya luka6
Flap ini merupakan prosedur singkat dan sederhana
untuk kasus-kasusyang diseleksi dengan hati-hati. Adapun syarat-syarat
seleksinya yaitu: Mukosa yang mengalami keritinisasi harus cukup lebar,kerusakan tulang apikal
harus minimal, tidak ada poket periodontium. Indikasi utama untuk melakukan
flap mid-level adalah kebutuhan utuk menjamin tidak terbukanya tepi-tepi
mahkota dengan cepat akibat resesi gingiva.6Kelebihannya mudah dibuat dan diangkat, penutupannya
mudah, penyembuhan umumnya cepat dan resesi gingiva dini tidak
terjadi.Kekurangannya jika flap dibuka flap akan mengerut sedikit dan
tepi-tepinya cenderung membalik, kadang-kadang penderita mengeluh adanya nyeri
neuralgik atau hilangnya rasa pada gusi sebagai akibat terputusnya ujung
serat-serat saraf, drainase nanah yang terlalu lama dari lesi apikal sepanjang
membran periodontal dapat menimbulkan hilangnya tulang alveolar dan terjadinya
dehisens, upaya untuk menjahit flap garis tengah di daerah yang mempunyai poket
periodontal yang dalam dapat mengakibatkan kerusakan jaringan puncak gingiva
dan pembentukan celah gusi, bila diluar
dugaan lesi tulang ternyata luas atau jika antrumnya terbuka maka garis insisi
berada di atas suatu rongga. Pada rahang bawah, sabuk mukosa yang mengalami
keratinisasi jarang cukup lebar untuk insisi mid-level. Sekalipun cukup,
umumnya gingiva tipis dan mudah robek oleh tarikan kuat dari otot-otot mulut
dan mentalis.6
Flap
Amplop (Envelope)
Disain elemen horizontal dari tepi flap dipotong pada
krevis gingiva dan biasanya melalui beberapa bagian dari satu atau beberapa
papila interdental. Pengangkatan dimungkinkan oleh adanya insisi pembebas
diagonal (diagonal relieving incision)
yang luas ke atas melalui gingiva cekat sampai ke mukosa yang tidak berkeratin.
Dua insisi pembebas biasanya dibuat pada waktu pengangkatan flap di daerah
anterior, satu insisi tunggal pada sebelah anterior biasanya memberi akses
cukup pada gigi-gigi belakang. Pada kasus-kasus khusus yang kehilangan tulang
apikalnyaminimal dan akarnya lurus maka insisi horizontal hanya perlu dibuat
disekeliling leher gigi bersangkutan. Bila ragu-ragu buatlah insisi horizontal
meliputi leher dua gigi atau lebih.
Pisau Swann-Morton nomor 5 ditekankan hampir vertikal
terhadap krevis gingiva sampai menyentuh puncak alveolar di bawahnya. Kontur
tepi gingiva diikuti sejauh permukaan aproksimal papila interdental yang
kemudian dipotong sampai mencapai tepi aproksimal tepi gingiva sebelahnya.
Insisi tidak perlu diperdalam sampai ruang interdental. Insisi pembebas dimulai
pada pertemuan antara papila interdental dan tepi gingiva lengkap terakhir yang
ikut dalam flap. Insisi harus diarahkan ke atas dan harus cukup diagonal untuk
menghindari terbentuknya benjolan gusi di tepi flap yang akan menyulitkan
penjahitan. Insisi diperluas ke dalam mukosa dengan mata pisau terus dipertahankan
tetap mengenai tulang.Indikasi penggunaan flap envelope,yaitu pada kasus
eksostotis yang akan dilakukan perawatan alveolektomi, kista globulomaksilaris,
kista traumatik (kista tulang soliter), fistula oroantral.
Insisi Pada Rahang Bawah
Keadaan anatomi di sudut rahang, yang berjarak sangat
dekat dengan nervus lingualis, harus dipertimbangkan pada waktu membuat insisi.
Biasanya, insisi bersudut dengan ujung distal pada bagian ramus asendens
mandibula dan perluasan ke vestibular pada batas gigi molar kedua terbukti
baik. Komplikasi terbentuknya jaringan parut dikarenakan pemilihan garis insisi
yang tidak benar atau berbahaya. Ramus asendens melebar ke arah lateral dengan
lebar yang berbeda-beda pada setiap penderita. Semua incisi yang dibuat
sepanjang dataran oklusal distal molar kedua membawa risiko rusaknya nervus
lingualis yang terletak di bawah membran mukosa. Sebelum dilakukan insisi,
operator harus mengetahui keadaan anatomi daerah insisi dengan melakukan
pemeriksaan palpasi. Insisi untuk operasi gigi molar ketiga bawah dapat dengan
aman dibuat di atas tepi anterior ramus asendens, yaitu pada tahanan tulang
dengan insisi berbentuk busur, agar penutupan mukosa yang akan terjadi
setidak-tidaknya terletak sebagian di atas tahanan tulang. 8
Insisi pada rahang atas
Pada rahang, pembuatan insisi dengan bentuk yang
bersudut, sehingga lebih sedikit terjadi kerusakan karena tidak ada pembuluh
darah besar atau nervus yang melalui sebelah gigi molar ketiga, prosedur insisi
standar harus dimodifikasi sesuai dengan kasus yang ada, dimana fistula, luka
insisi, kerusakan membran mukosa, jaringan parut dan insisi untuk gigi yang
tidak dioperasi harus benar-benar dipertimbangkan. 8
Tujuan utama dari prosedur bedah adalah regenerasi, yaitu mengembalikan
struktur dan fungsi jaringan seperti semula. Sedangkan perbaikan merupakan
hasil penyembuhan dimana struktur dan fungsi jaringan tidak kembali seperti
semula, pada umumnya terjadi pembentukan jaringan parut.8Insisi harus sesuai untuk
keadaan tertentu dan merupakan bagian dari rencana sebelum operasi. Pada
dasarnya, keadaan umum berikut ini perlu dipertimbangkan sewaktu pembuatan flap
mukoperiosteal,yaitu tidak ada kerusakan pada struktur anatomi yang penting,
pandangan yang baik pada daerah operasi, suplai darah yang cukup pada flap
mukoperiosteal / dasar flap harus lebar, dimungkinkan perluasan insisi, jahitan
luka di atas tahanan tulang yang baik, pembentukan jaringan parut baik.8
SIMPULAN
Proses
penyembuhan pasca bedah sangat dipengaruhi oleh disain flap,beberapa peneliti, menemukan bahwa flap dengan insisi lurus
submarginal / envelope penyembuhannya
lebih baik dan lebih cepat bila dibandingkan flap dengan insisi triangular dan flap dengan insisi
scalloped submarginal, dan penyembuhan lebih cepat dengan sedikit
pengerutan jaringan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Pedersen GW.Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, Jakarta: EGC. 1996.h.48-50
2.
Carranza FA, Takei HH. The Periodontal Flap, Dalam Carranza’s
Clinical Periodontology, Newman MG, Carranza FA, Takei HH. Ed ke-9, W.B. Saunders Co. Philadelphia;
2002. hal 795-800
3.
HoweGL. Minor
Oral Surgery, Ed ke-3, Wright Ltd., Bristol ; 1985. hal. 67, 94-98
4.
Rapley J. Penatalaksanaan Jaringan Lunak : Prosedur
Mukogingiva, Dalam Silabus Periodontiti, Fedi PF, Vernino AR, Gray JL.
EGC. Jakarta ; 2005, hal 23-25
5.
Yukna R. A. Penatalaksanaan Jaringan Lunak : Flap untuk Penanganan Poket, Dalam Silabus
Periodontiti, Fedi PF, Vernino AR, Gray JL. EGC. Jakarta ; 2005, hal 30-36
6.
Barnes IE. Petunjuk Bergambar Endodontik Bedah,
Hipokrates. Jakarta ; 2002, hal 28-32
7.
YuknaRA. Penatalaksanaan Jaringan Lunak : Gingivoplasti,
Gingivektomi dan Flap Gingiva, Dalam Silabus Periodontiti, Fedi PF,
Vernino AR, Gray JL. EGC. Jakarta ; 2005, hal 42-45
8.
Tetsch, P., Wilfried W. Pencabutan
Gigi Molar Ketiga. EGC.Jakarta ; 1992, hal 64-69
Tidak ada komentar:
Posting Komentar