Selasa, 08 September 2015

PENINGKATAN pH SALIVA SETELAH BERKUMUR
EKSTRAK TEH HIJAU 3% SELAMA TIGA MENIT

Hervina
Bagian Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Mahasaraswati, Denpasar


ABSTRACT
Buffering capacity of saliva plays a very important role in maintaining the saliva pH. The saliva pH affected by the mechanical and chemical stimulation of the oral cavity such as rinse with 3% green tea extract. The purpose of this study is to know the increased of saliva pH after rinsing with 3% green tea extract for three minutes. Experimental research using pre test-post test control group design was conducted on students and patients at Dentistry Hospital Faculty of Dentistry Mahasaraswati University. 44 samples divided into four groups by simple random sampling technique. The average of saliva pH post rinsing with distilled water for three minutes 6,74+0,13; 3% Green tea extract for one minute 6,81+0,12; two minutes 6,96+0,13 and three minutes 7,12+0,12. Analysis by One Way Anova test showed p= 0,000, this means that after the treatment was given to all group, the saliva pH were significantly different. LSD test showed that the increased saliva pH  after rinsing with 3% green tea extract for three minutes were higher than one minute and two minutes. The Conclusion is rinsing with 3% green tea extract for three minutes increases saliva pH.

Keywords: rinse, green tea extract, pH, saliva.


PENDAHULUAN
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) tahun 2007, prevalensi karies gigi di Indonesia sebesar 46,5%, dengan pengalaman karies sebesar 72,1%. Prevalensi karies gigi di Provinsi Bali sebesar 37,6%, dengan pengalaman karies sebesar 68,2%. Indeks DMF-T secara nasional adalah sebesar 4,85, sedangkan indeks DMF-T Provinsi Bali sebesar 4,73, menunjukkan rata-rata pengalaman karies penduduk Indonesia dan penduduk Provinsi Bali lima buah gigi per orang.1 Indeks DMF-T penduduk Indonesia masih tinggi, dimana menurut WHO indeks DMF-T yang masih dapat ditoleransi adalah  ≤ 3, artinya jumlah gigi berlubang (D), dicabut karena karies (M), dan gigi dengan tambalan yang baik (F), tidak lebih atau sama dengan tiga gigi per orang. 2
Karies gigi merupakan demineralisasi jaringan keras gigi yang terjadi secara multifaktor. Multifaktor penyebab karies antara lain interaksi antara gigi dan saliva sebagai host, bakteri normal dalam rongga mulut (agent), makanan terutama karbohidrat yang mudah difermentasikan menjadi asam melalui proses glikolisis (environment), serta dalam jangka waktu lama (time). Asam yang terbentuk pada proses glikolisis dapat menurunkan pH saliva, pH plak, dan pH cairan sekitar gigi sehingga terjadi demineralisasi gigi. Demineralisasi terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan suasana rongga mulut yang dapat terdeteksi melalui pemeriksaan parameter saliva. 3
Peran saliva dalam rongga mulut sangatlah penting, tidak hanya dalam proses terjadinya karies namun juga dalam proses remineralisasi gigi. Sekresi saliva yang memadai dan keseimbangan komposisi saliva sangat penting dalam mempertahankan kesehatan rongga mulut. 4,
Berkumur merupakan salah satu cara kontrol plak secara mekanis, selain menyikat gigi dan menggunakan dental floss. Penggunaan obat kumur dalam menjaga kesehatan rongga mulut telah banyak digunakan. Bahan aktif yang terkandung pada obat kumur bermanfaat dalam menjaga kesehatan gigi dan gusi. Penelitian mengenai efek berkumur dalam mencegah pembentukkan plak serta mencegah terjadinya karies dan gingivitis telah banyak dilaporkan. Produk herbal obat kumur dinyatakan banyak memiliki efek farmakologi sebagai antiinflamasi, antimikroba, dan antikariogenik. Obat kumur herbal memiliki banyak keuntungan dibanding produk kimia. Obat kumur herbal mudah disiapkan di rumah serta aman digunakan sehari-hari karena mengandung bahan alami.6
Teh hijau merupakan suatu produk herbal yang memiliki kemampuan meningkatkan pH saliva dan memiliki efek antibakteri. Teh hijau relatif murah, banyak beredar di Indonesia, mudah ditemukan dan penyajiannya mudah. Teh hijau memiliki efek antibakteri dan antikariogenik yang dapat menurunkan keasaman saliva dan plak sehingga efektif dalam mencegah karies.7 Teh hijau mengandung polifenol yang terdiri dari tanin dan flavonoid. Flavonoid utama yang terkandung dalam teh hijau adalah catechin. Empat kandungan utama catechin antara lain epigallocatechin-3-gallate (EGCG), epigallocatechin (EGC), epicatechin-3-gallate (ECG), dan epicatechin (EC).   Catechin memiliki kemampuan meningkatkan pH saliva dan menghambat pertumbuhan bakteri.8
Tanin yang merupakan subkelas polifenol menyebabkan rasa pahit dan sepat pada teh hijau sehingga merangsang sistem saraf sentral untuk meningkatkan laju aliran saliva yang berdampak pada peningkatan pH saliva.7
Penggunaan 10 ml ekstrak teh hijau 2% yang dikumur selama lima menit telah dilaporkan dapat meningkatkan pH saliva, sedangkan penelitian lainnya yang menggunakan konsentrasi 2% dikumur selama dua menit tidak menunjukkan efek antikariogenik.8 Penelitian mengenai obat kumur teh hijau dalam berbagai konsentrasi telah dilakukan dan menunjukkan hasil semakin meningkat konsentrasi yang digunakan maka semakin signifikan dalam meningkatkan pH saliva.7
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan,  maka peneliti menggunakan ekstrak teh hijau dengan konsentrasi lebih tinggi untuk mendapatkan durasi waktu berkumur lebih singkat. Tujuannya adalah dengan konsentrasi lebih tinggi dan durasi berkumur lebih singkat akan didapatkan hasil lebih baik atau sama dengan konsentrasi 2% yang dikumur selama lima menit. Durasi berkumur yang lebih singkat karena mempertimbangkan durasi berkumur pada umumnya yang dilakukan oleh masyarakat adalah selama 30 detik sampai satu menit, sesuai yang tercantum dalam brosur obat kumur yang dijual di pasaran. Durasi berkumur mendekati waktu berkumur yang digunakan pada umumnya, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ekstrak teh hijau sebagai obat kumur di masyarakat.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan ekstrak teh hijau konsentrasi 3% yang dikumur selama satu menit, dua menit dan tiga menit untuk mendapatkan durasi berkumur yang paling optimal dalam meningkatkan  pH saliva, sehingga kapasitas buffer saliva akan meningkat dan dapat mencegah terjadinya karies gigi.

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: penampung saliva, gelas kumur, pH meter digital merk Suncare buatan USA, larutan ekstrak teh hijau 3%, akuades steril, roti tawar.

Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah penelitian eksperimental Randomized pretest-posttest control group design.9 Sampel yang digunakan adalah mahasiswa FKG UNMAS dan pasien RSGM FKG UNMAS dalam kurun waktu penelitian yang memenuhi kriteria inklusi yaitu penderita karies, berjenis kelamin laki-laki, umur 18-23 tahun, tidak memiliki penyakit sistemik, tidak menggunakan alat ortodonsi, gigi tiruan maupun protesa lainnya, dan bersedia ikut dalam penelitian. Kriteria drop out adalah apabila sampel tidak hadir saat pengambilan data. Sampel diperoleh dengan rumus Pocock,9 berjumlah 44 orang terbagi menjadi empat kelompok dengan teknik simple random sampling yaitu Kelompok I sebagai kontrol berkumur 10 ml akuades selama tiga menit, Kelompok II berkumur dengan 10 ml ekstrak teh hijau (ETH) 3% selama satu menit, Kelompok III berkumur dengan 10 ml ETH 3% selama dua menit, Kelompok IV berkumur dengan 10 ml ETH 3%  selama tiga menit.

Pembuatan Ektrak Teh Hijau
Teh hijau yang digunakan diperoleh dari perkebunan teh di Pegunungan Menoreh diolah di Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo Yogyakarta. Ekstrak teh hijau diproses di laboratorium Fitokimia Universitas Udayana Denpasar. Pembuatan ekstrak teh hijau menggunakan etanol 95% sehingga diperoleh ekstrak teh hijau 100%. Etanol kemudian dihilangkan dengan cara diuapkan atau evaporasi. Ekstrak teh hijau 3% diperoleh dengan melarutkan 3 gram ekstrak teh hijau 100% dengan akuades sampai mencapai 100 ml. Tes fitokimia dilakukan setelah pembuatan ekstrak teh hijau diperoleh hasil pada ekstrak teh hijau mengandung steroid (+), Flavonoid (+), Alkaloid (+), Fenolat (+), tanin (+), dan Saponin (+).

Protokol Penelitian
Protokol  penelitian pada keempat kelompok sebagai berikut: sebelum penelitian akan dilakukan, sampel tidak diperkenankan untuk makan, minum, maupun membersihkan rongga mulutnya, selama kurun waktu 60 menit, dan selama pengumpulan saliva sampel tidak diperkenankan untuk berbicara, menggerakkan lidah, mengunyah, dan melakukan gerakan penelanan. Setelah memasuki ruangan preklinik FKG UNMAS Denpasar, sampel disilakan untuk duduk dikursi yang telah tersedia. Sampel diberikan selembar roti tawar untuk dimakan dan dihabiskan dalam waktu dua menit. Segera setelah sampel selesai makan, sampel duduk yang nyaman dengan sandaran tegak, kemudian dilakukan pengumpulan saliva menggunakan metode spitting. Saliva dibiarkan mengumpul di dalam rongga mulut dan setiap menit saliva yang sudah terkumpul dikeluarkan ke dalam pot saliva. Pengumpulan saliva dilakukan selama 10 menit. Jumlah saliva yang terkumpul dalam pot saliva, kemudian dilakukan pengukuran pH saliva. Setelah saliva terkumpul, sampel diminta berkumur dengan larutan 10 ml akuades selama tiga menit (Kelompok I), 10 ml ETH 3% selama satu menit (Kelompok II), 10 ml ETH 3% selama dua menit (Kelompom III), 10 ml ETH 3% selama tiga menit (Kelompok IV). Lima menit kemudian sampel kembali disilakan untuk mengumpulkan salivanya dengan menggunakan metode spitting untuk mendapatkan pH saliva setelah perlakuan.

Pengukuran pH Saliva
pH saliva diukur dengan menggunakan pH meter digital merk Suncare buatan USA. Setiap pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dan dirata-ratakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Normalitas dan Homogenitas
Uji normalitas dengan shapiro-Wilk diperoleh hasil semua data pH saliva ke empat kelompok, sebelum dan sesudah perlakuan terdistribusi normal (p > 0,05) (Tabel 1). Uji homogenitas dengan Uji Levene data pH dan sebelum (pre) dan sesudah (post)  perlakuan dari ke empat kelompok adalah  homogen (p > 0,05) (Tabel 2).


Analisis Efek Perlakuan Terhadap pH Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Analisis peningkatan pH saliva diuji berdasarkan rerata selisih pH saliva antara sesudah dengan sebelum perlakuan. Terdapat peningkatan rerata pH saliva antara sebelum dan sesudah perlakuan pada ke empat kelompok. Analisis kemaknaan dengan Uji t-paired pada ke empat kelompok menunjukkan bahwa nilai p < 0,05 (Tabel 3). Hal ini berarti bahwa terjadi peningkatan pH saliva  secara bermakna pada ke empat kelompok setelah perlakuan.  


Pada penelitian ini stimulus diberikan dalam bentuk mengunyah roti tawar selama dua menit dan berkumur dengan ekstrak teh hijau. Subjek mendapat stimulus kimiawi dari rasa sepat teh hijau dan  stimulus mekanis dari proses berkumur.
Stimulasi mekanis secara langsung dalam rongga mulut baik berupa rasa, maupun sentuhan pada lidah, dan mukosa mulut serta rangsangan proprioseptif dari otot-otot pengunyahan akan merangsang pusat saliva di otak untuk mensekresikan salivaReseptor-reseptor dalam rongga mulut baik kemoreseptor dan reseptor tekan akan merespon adanya stimulasi dalam rongga mulut. Reseptor-reseptor ini kemudian menghasilkan impuls serat-serat saraf aferen membawa informasi ke pusat saliva di medula batang otak. Pusat saliva selanjutnya mengirim impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva.10
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Indriana, yang menyatakan bahwa, peningkatan sekresi saliva secara langsung dapat mempengaruhi derajat keasaman (pH) rongga mulut.11 Peningkatan pH saliva pada ke empat kelompok disebabkan karena sebelum berkumur sampel diberikan roti tawar kemudian diukur pH saliva awal, selanjutnya diinstruksikan berkumur dan diukur kembali pH setelah berkumur.11 Kidd dkk menyatakan bahwa, pH saliva setelah makan akan mengalami penurunan dalam waktu satu sampai tiga menit setelah pemaparan substrat, kemudian akan meningkat dalam waktu 15 menit dan kembali normal menjadi tujuh setelah 30-60 menit.12

Perbandingan Rerata pH Saliva Antar Kelompok Sebelum Perlakuan
Hasil uji komparabilitas dengan uji One Way Anova rerata pH saliva sebelum perlakuan masing-masing diperoleh nilai p>0,05 (Tabel 4).


Hasil tersebut menunjukkan bahwa rerata pH saliva pada ke empat kelompok sebelum diberikan perlakuan tidak berbeda secara bermakna. Hasil Rerata pH saliva sebelum perlakuan antar kelompok tidak berbeda bermakna disebabkan karena pemilihan sampel pada tiap kelompok telah memenuhi kriteria inklusi, dan dialokasikan dalam kelompok perlakuan secara random. Setiap sampel pada tiap kelompok sebelum perlakuan mendapatkan perlakuan sama yaitu diberikan roti tawar untuk dihabiskan selama dua menit.

Perbandingan Rerata pH Saliva Antar Kelompok Sesudah Perlakuan
Hasil uji efek perlakuan dengan Uji One Way Anova rerata pH saliva sesudah perlakuan antar  kelompok diperoleh nilai p<0,05 (Tabel 5).


Hasil tersebut menunjukkan bahwa rerata pH saliva pada ke empat kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna. Hasil ini sesuai dengan penelitian Permatasari dkk bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan pH saliva berdasarkan perubahan konsentrasi infusum teh hijau.7
Perbedaan yang signifikan antar ke empat kelompok setelah diberi perlakuan disebabkan karena pada Kelompok I diberikan akuades untuk dikumur selama tiga menit, pada Kelompok II diberikan ekstrak teh hijau 3% dikumur selama satu menit, Kelompok III diberikan ekstrak teh hijau 3% dikumur selama dua menit dan Kelompok IV diberikan ekstrak teh hijau dikumur selama tiga menit.
Hasil Uji LSD (Least Significant Different) diperoleh hasil bahwa rerata pH saliva sesudah perlakuan berkumur ekstrak teh hijau 3% selama tiga menit lebih tinggi daripada satu menit dan dua menit (Tabel 6).


Perbedaan rerata pH  saliva sesudah perlakuan disebabkan karena pada Kelompok I diberikan akuades yang tidak mengandung bahan aktif, sehingga peningkatan pH saliva yang terjadi hanya disebabkan oleh stimulasi berkumur dalam rongga mulut. Pada Kelompok II, III dan IV diberi ekstrak teh hijau 3% mengandung bahan aktif yang dapat meningkatkan pH saliva.
Perbedaan pH saliva yang signifikan antar kelompok juga disebabkan karena durasi berkumur antar kelompok yang berbeda. Indriana menyatakan bahwa komposisi dan jumlah saliva yang dihasilkan tergantung pada tipe dan intensitas stimulus.11 Stimulus kimiawi lebih meningkatkan pH saliva dibandingkan stimulus mekanik, dan semakin lama intensitas stimulus yang diberikan maka akan lebih meningkatkan pH saliva. 11
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Awadalla dkk bahwa terdapat perbedaan jumlah bakteri Streptococcus mutans, dan pH saliva yang signifikan setelah berkumur dengan ekstrak teh hijau 2% selama  lima menit.8 Teh hijau mengandung polifenol khususnya flavonoid merupakan senyawa yang dapat mencegah terjadinya karies gigi. Flavonoid dalam teh hijau berupa catechin terdiri dari empat golongan besar yaitu epigallocatechin-3-gallate (EGCG), epigallocatechin (EGC), epicatechin-3-gallate (ECG), dan epicatechin (EC). Catechin pada teh hijau mencegah turunnya pH saliva setelah makan dan mempertahankan pH saliva dalam posisi normal.8
Teh hijau dapat menghambat pembentukan asam, menghambat pertumbuhan serta menghambat aktifasi glukosiltransferase dari Streptococcus mutans dan bakteri dalam plak, sehingga dapat mencegah turunnya pH saliva dan  dapat meningkatkan pH saliva lebih cepat setelah mengkonsumsi glukosa.13 Terhambatnya pembentukan asam dari plak gigi dan bakteri Streptococcus mutans setelah berkumur dengan larutan Epigallocatechin gallate (EGCG) yang merupakan salah satu flavonoid teh hijau telah dibuktikan oleh Hirasawa dkk.14
Ekstrak teh hijau memiliki efek antikariogenik karena dapat menurunkan aktivitas α-amilase saliva. Terhambatnya aktivitas α-amilase akan menghambat pembentukan maltosa dari saripati makanan dan memperlambat fermentasi karbohidrat menjadi asam sehingga  mencegah penurunan pH saliva.13,15 Ekstrak teh hijau dapat mencegah pembentukan asam dan mencegah penurunan pH saliva melalui mekanisme yang menghambat enzim dehidrogenase. Pemberian ekstrak Epigallocatechin gallate (EGCG) dapat mencegah terbentuknya asam laktat dari asam piruvat karena terhambatnya aktivitas enzim dehidrogenase. Polifenol dalam teh hijau secara signifikan juga dapat menghambat perlekatan bakteri pada lapisan glikoprotein sehingga mencegah penurunan pH saliva.15
Kandungan tanin dalam teh hijau dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena mampu mengikat zat besi, serta mampu menghambat proses glukosiltransferase dan mencegah perlekatan bakteri.16 Kandungan tanin terbesar terdapat dalam daun teh yang paling sedikit mengalami fermentasi. Kandungan tanin lebih banyak terdapat dalam teh hijau yang tidak mengalami fermentasi dari pada jenis teh lainnya.17

SIMPULAN DAN SARAN
Ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama tiga menit lebih meningkatkan pH saliva daripada satu menit dan dua menit. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan komponen aktif teh hijau sehingga dapat diketahui komponen aktif yang paling signifikan mempengaruhi sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Anonim. Riset Kesehatan Dasar Laporan Nasional. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 2008.
2.      Notohartojo, I.T., Magdarin, D.A. Penilaian indeks DMF-T anak usia 12 tahun oleh dokter gigi dan bukan dokter gigi di Kabupaten Ketapang Propinsi Kalimantan Barat. Media Litbangkes 2013; 23 (1): 41-46.
3.      Suryadinata, A. Kadar bikarbonat penderita karies dan bebas karies. Sainstis 2012; 1 (1): 35-42.
4.      Gopinath, V.K., Arzreanne, A.R. Saliva as a diagnostic tool for assessment of dental caries. Archieves of Orofacial Sciences 2006; 1: 57-59.
5.      Hurlbutt, M., Novy, B., Young, D. Dental caries: a pH-mediated disease. CDHA Journal 2010;  25 (1): 9-15.
6.      Kukreja, B.J., Dodwad, V. Herbal mouthwashes-a gift of nature. International Journal of Pharma and Bio Science 2012;  3: 46-52.
7.      Permatasari, N., Cahyati, M., Alexander, F. Efektifitas berkumur infusum teh hijau pada perubahan pH saliva pada anak SD berusia 9-11 tahun di SDN Dinoyo II Malang.  Available from: URL: http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/gigi/MajalahFELIX%20ALEXANDER%20KHUSUMA.pdf. Accessed Nov, 2013.
8.      Awadalla, H.I., Ragab, M.H., Bassuoni, M.W., Fayed, M.T., Abbas, M.O. A pilot study of the role of green tea use on oral health. International Journal of Dental Hygiene 2011; 9: 110-116.
9.      Pocock, S.J. Clinical Trials, A Practical Approach. Cichestes, John Wiley & Sons. 2008
10.    Walsh, L.J. Clinical aspects of salivary biology for the dental clinician. International Dentistry South Africa (Australasian Edition) 2007; 2 (3): 16-20.
11.    Indriana, T. Perbedaan laju aliran saliva dan pH karena pengaruh stimulus kimiawi dan mekanis. J Kedokt Meditek 2011; 17 (44): 1-5.
12.    Kidd, E.A.M., Smith, B.G.N., Watson, T.F. Pickard’s Manual of Operative Dentistry. 8th ed. Oxford University.2003.
13.    Cabrera, C., Artacho, R., Gimenez, R. Beneficial effects of green tea-a review. Journal of the American College of Nutrition 2006; 25 (2): 79-99.
14.    Hirasawa, M., Takada, K., Otake, S. Inhibition of acid production in dental plaque bacteria by green tea catechins. Caries Research 2006; 40 (3): 265-270.
15.    Narotzki, B., Reznick, A.Z., Aizenbud, D., Levy, Y. Green tea: a promising natural product in oral health. Archieves of Oral Biology 2012; 57: 429-435.
16.    Subramaniam, P., Eswara, U., Reddy, M. Effect of different types of tea on Streptococcus mutans: an in vitro study. Indian Journal of Dentar Research 2012; 23 (1): 43-48.
17.    Nguyen, M.L. A cup of tannins: the link between tea fermentation and antioxidants. Oklahoma 2006; Available from: www. biosurvey.ou.edu/oas/06/paper/nguyen.pdf. Accessed Mei 13, 2014.




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar