PENINGKATAN pH
SALIVA SETELAH BERKUMUR
EKSTRAK TEH HIJAU 3% SELAMA TIGA MENIT
Hervina
Bagian Periodonsia, Fakultas Kedokteran
Gigi, Universitas Mahasaraswati, Denpasar
E-mail: hervina_dentist@yahoo.com
ABSTRACT
Buffering
capacity of saliva plays a very important role in maintaining the saliva pH. The
saliva pH affected by the mechanical and chemical stimulation of the oral
cavity such as rinse with 3% green tea extract. The purpose of this study is to
know the increased of saliva pH after rinsing with 3% green tea extract for three
minutes. Experimental research using pre test-post test control group
design was conducted on students and patients at Dentistry Hospital Faculty of
Dentistry Mahasaraswati University. 44 samples divided into four groups by
simple random sampling technique.
The average of saliva pH post rinsing
with distilled water for three minutes 6,74+0,13; 3% Green tea extract
for one minute 6,81+0,12; two minutes 6,96+0,13 and three minutes
7,12+0,12. Analysis
by One Way Anova test showed p= 0,000, this means that after the treatment was
given to all group, the saliva pH were significantly different. LSD test showed
that the increased saliva pH after
rinsing with 3% green tea extract for three minutes were higher than one minute
and two minutes. The Conclusion is rinsing with 3% green tea
extract for three minutes increases saliva pH.
Keywords: rinse, green tea extract,
pH, saliva.
PENDAHULUAN
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesda) tahun 2007, prevalensi karies gigi di Indonesia sebesar 46,5%,
dengan pengalaman karies sebesar 72,1%. Prevalensi karies gigi di Provinsi Bali
sebesar 37,6%, dengan pengalaman karies sebesar 68,2%. Indeks DMF-T secara
nasional adalah sebesar 4,85, sedangkan indeks DMF-T Provinsi Bali sebesar
4,73, menunjukkan rata-rata pengalaman karies penduduk Indonesia dan penduduk
Provinsi Bali lima buah gigi per orang.1 Indeks DMF-T penduduk
Indonesia masih tinggi, dimana menurut WHO indeks DMF-T yang masih dapat ditoleransi
adalah ≤ 3, artinya jumlah gigi
berlubang (D), dicabut karena karies (M), dan gigi dengan tambalan yang baik
(F), tidak lebih atau sama dengan tiga gigi per orang. 2
Karies gigi merupakan
demineralisasi jaringan keras gigi yang terjadi secara multifaktor. Multifaktor
penyebab karies antara lain interaksi antara gigi dan saliva sebagai host, bakteri normal dalam rongga mulut (agent), makanan terutama karbohidrat
yang mudah difermentasikan menjadi asam melalui proses glikolisis (environment), serta dalam jangka waktu
lama (time). Asam yang terbentuk pada
proses glikolisis dapat menurunkan pH saliva, pH plak, dan pH cairan sekitar
gigi sehingga terjadi demineralisasi gigi. Demineralisasi terjadi sebagai
akibat ketidakseimbangan suasana rongga mulut yang dapat terdeteksi melalui
pemeriksaan parameter saliva. 3
Peran saliva dalam rongga mulut
sangatlah penting, tidak hanya dalam proses terjadinya karies namun juga dalam
proses remineralisasi gigi. Sekresi saliva yang memadai dan keseimbangan
komposisi saliva sangat penting dalam mempertahankan kesehatan rongga mulut. 4,
Berkumur merupakan salah satu
cara kontrol plak secara mekanis, selain menyikat gigi dan menggunakan
dental floss. Penggunaan obat kumur
dalam menjaga kesehatan rongga mulut telah banyak digunakan. Bahan aktif yang
terkandung pada obat kumur bermanfaat dalam menjaga kesehatan gigi dan gusi.
Penelitian mengenai efek berkumur dalam mencegah pembentukkan plak serta
mencegah terjadinya karies dan gingivitis telah banyak dilaporkan. Produk herbal
obat kumur dinyatakan banyak memiliki efek farmakologi sebagai antiinflamasi,
antimikroba, dan antikariogenik. Obat kumur herbal memiliki banyak keuntungan
dibanding produk kimia. Obat kumur herbal mudah disiapkan di rumah serta aman
digunakan sehari-hari karena mengandung bahan alami.6
Teh hijau merupakan suatu produk
herbal yang memiliki kemampuan meningkatkan pH saliva dan memiliki efek
antibakteri. Teh hijau relatif murah, banyak beredar di Indonesia, mudah
ditemukan dan penyajiannya mudah. Teh hijau memiliki efek antibakteri dan
antikariogenik yang dapat menurunkan keasaman saliva dan plak sehingga efektif
dalam mencegah karies.7 Teh hijau mengandung polifenol yang terdiri
dari tanin dan flavonoid. Flavonoid utama yang terkandung dalam
teh hijau adalah catechin. Empat
kandungan utama catechin antara lain epigallocatechin-3-gallate (EGCG), epigallocatechin (EGC), epicatechin-3-gallate (ECG), dan epicatechin (EC). Catechin
memiliki kemampuan meningkatkan pH saliva dan menghambat pertumbuhan
bakteri.8
Tanin yang merupakan subkelas
polifenol menyebabkan rasa pahit dan sepat pada teh hijau sehingga merangsang
sistem saraf sentral untuk meningkatkan laju aliran saliva yang berdampak pada
peningkatan pH saliva.7
Penggunaan 10 ml ekstrak teh
hijau 2% yang dikumur selama lima menit telah dilaporkan dapat meningkatkan pH
saliva, sedangkan penelitian lainnya yang menggunakan konsentrasi 2% dikumur
selama dua menit tidak menunjukkan efek antikariogenik.8 Penelitian
mengenai obat kumur teh hijau dalam berbagai konsentrasi telah dilakukan dan
menunjukkan hasil semakin meningkat konsentrasi yang digunakan maka semakin
signifikan dalam meningkatkan pH saliva.7
Berdasarkan teori yang telah
dijelaskan, maka peneliti menggunakan
ekstrak teh hijau dengan konsentrasi lebih tinggi untuk mendapatkan durasi
waktu berkumur lebih singkat. Tujuannya adalah dengan konsentrasi lebih tinggi
dan durasi berkumur lebih singkat akan didapatkan hasil lebih baik atau sama
dengan konsentrasi 2% yang dikumur selama lima menit. Durasi berkumur yang
lebih singkat karena mempertimbangkan durasi berkumur pada umumnya yang
dilakukan oleh masyarakat adalah selama 30 detik sampai satu menit, sesuai yang
tercantum dalam brosur obat kumur yang dijual di pasaran. Durasi berkumur
mendekati waktu berkumur yang digunakan pada umumnya, diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan ekstrak teh hijau sebagai obat kumur di
masyarakat.
Pada penelitian ini peneliti
menggunakan ekstrak teh hijau konsentrasi 3% yang dikumur selama satu menit,
dua menit dan tiga menit untuk mendapatkan durasi berkumur yang paling optimal
dalam meningkatkan pH saliva, sehingga
kapasitas buffer saliva akan
meningkat dan dapat mencegah terjadinya karies gigi.
BAHAN
DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan
dalam penelitian ini antara lain: penampung saliva, gelas kumur, pH meter
digital merk Suncare buatan USA, larutan ekstrak teh hijau 3%, akuades steril,
roti tawar.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah
penelitian eksperimental Randomized
pretest-posttest control group design.9 Sampel yang digunakan
adalah mahasiswa FKG UNMAS dan pasien RSGM FKG UNMAS dalam kurun waktu
penelitian yang memenuhi kriteria inklusi yaitu penderita karies, berjenis
kelamin laki-laki, umur 18-23 tahun, tidak memiliki penyakit sistemik, tidak
menggunakan alat ortodonsi, gigi tiruan maupun protesa lainnya, dan bersedia
ikut dalam penelitian. Kriteria drop out adalah apabila sampel tidak hadir saat
pengambilan data. Sampel diperoleh dengan rumus Pocock,9 berjumlah 44 orang terbagi menjadi empat kelompok
dengan teknik simple random sampling yaitu
Kelompok I sebagai kontrol berkumur 10 ml akuades selama tiga menit, Kelompok
II berkumur dengan 10 ml ekstrak teh hijau (ETH) 3% selama satu menit, Kelompok
III berkumur dengan 10 ml ETH 3% selama dua menit, Kelompok IV berkumur dengan
10 ml ETH 3% selama tiga menit.
Pembuatan Ektrak Teh Hijau
Teh
hijau yang digunakan diperoleh dari perkebunan teh di Pegunungan Menoreh
diolah di Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo Yogyakarta.
Ekstrak teh hijau diproses di laboratorium Fitokimia Universitas Udayana
Denpasar. Pembuatan ekstrak teh hijau menggunakan etanol 95% sehingga diperoleh
ekstrak teh hijau 100%. Etanol kemudian dihilangkan dengan cara diuapkan atau
evaporasi. Ekstrak teh hijau 3% diperoleh dengan melarutkan 3 gram ekstrak teh
hijau 100% dengan akuades sampai mencapai 100 ml. Tes fitokimia dilakukan
setelah pembuatan ekstrak teh hijau diperoleh hasil pada ekstrak teh hijau
mengandung steroid (+), Flavonoid (+), Alkaloid (+), Fenolat
(+), tanin (+), dan Saponin (+).
Protokol
Penelitian
Protokol penelitian pada keempat kelompok sebagai
berikut: sebelum penelitian akan dilakukan, sampel tidak
diperkenankan untuk makan, minum, maupun membersihkan rongga mulutnya, selama
kurun waktu 60 menit, dan selama pengumpulan saliva sampel tidak
diperkenankan untuk berbicara, menggerakkan lidah, mengunyah, dan melakukan
gerakan penelanan. Setelah memasuki
ruangan
preklinik FKG UNMAS Denpasar, sampel disilakan untuk duduk dikursi
yang telah tersedia. Sampel diberikan selembar roti tawar untuk dimakan
dan dihabiskan dalam waktu dua menit. Segera
setelah sampel selesai
makan, sampel duduk yang nyaman dengan sandaran tegak, kemudian
dilakukan pengumpulan saliva menggunakan metode spitting. Saliva dibiarkan mengumpul di dalam rongga mulut dan
setiap menit saliva yang sudah terkumpul dikeluarkan ke dalam pot saliva. Pengumpulan saliva dilakukan selama 10 menit. Jumlah saliva yang terkumpul dalam pot saliva,
kemudian dilakukan
pengukuran pH saliva. Setelah saliva terkumpul, sampel diminta berkumur dengan larutan
10 ml akuades selama tiga menit (Kelompok I), 10 ml ETH 3% selama satu menit
(Kelompok II), 10 ml ETH 3% selama dua menit (Kelompom III), 10 ml ETH 3%
selama tiga menit (Kelompok IV). Lima menit kemudian sampel kembali disilakan untuk mengumpulkan salivanya dengan menggunakan
metode spitting untuk
mendapatkan pH saliva setelah perlakuan.
Pengukuran pH Saliva
pH saliva diukur dengan
menggunakan pH meter digital merk Suncare buatan USA. Setiap pengukuran
dilakukan sebanyak tiga kali dan dirata-ratakan.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Uji Normalitas dan Homogenitas
Uji normalitas
dengan shapiro-Wilk diperoleh hasil
semua data pH saliva ke empat kelompok, sebelum dan sesudah perlakuan terdistribusi
normal (p > 0,05) (Tabel 1). Uji homogenitas dengan Uji Levene data pH dan sebelum (pre)
dan sesudah (post) perlakuan dari ke empat kelompok adalah homogen (p > 0,05) (Tabel 2).
Analisis peningkatan pH saliva
diuji berdasarkan rerata selisih pH saliva antara sesudah dengan sebelum
perlakuan. Terdapat
peningkatan rerata pH saliva antara sebelum dan sesudah perlakuan
pada ke
empat kelompok. Analisis kemaknaan dengan Uji t-paired pada
ke empat kelompok menunjukkan bahwa nilai p < 0,05 (Tabel 3). Hal ini berarti bahwa terjadi peningkatan pH saliva secara bermakna pada ke empat kelompok setelah perlakuan.
Pada penelitian ini stimulus
diberikan dalam bentuk mengunyah roti tawar selama dua menit dan berkumur
dengan ekstrak teh hijau. Subjek mendapat stimulus kimiawi dari rasa sepat teh hijau
dan stimulus mekanis dari proses
berkumur.
Stimulasi mekanis
secara langsung dalam rongga mulut baik berupa rasa, maupun sentuhan pada
lidah, dan mukosa mulut serta rangsangan proprioseptif dari otot-otot
pengunyahan akan merangsang pusat saliva di otak untuk mensekresikan saliva. Reseptor-reseptor dalam rongga mulut
baik kemoreseptor dan reseptor tekan akan merespon adanya stimulasi dalam
rongga mulut. Reseptor-reseptor ini kemudian menghasilkan impuls serat-serat
saraf aferen membawa informasi ke pusat saliva di medula batang otak. Pusat
saliva selanjutnya mengirim impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke kelenjar
saliva untuk meningkatkan sekresi saliva.10
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Indriana, yang
menyatakan bahwa, peningkatan sekresi saliva secara langsung dapat mempengaruhi
derajat keasaman (pH) rongga mulut.11 Peningkatan pH saliva pada ke
empat kelompok disebabkan karena sebelum berkumur sampel diberikan roti tawar
kemudian diukur pH saliva awal, selanjutnya diinstruksikan berkumur dan diukur
kembali pH setelah berkumur.11 Kidd dkk menyatakan bahwa, pH saliva
setelah makan akan mengalami penurunan dalam waktu satu sampai tiga menit
setelah pemaparan substrat, kemudian akan meningkat dalam waktu 15 menit dan
kembali normal menjadi tujuh setelah 30-60 menit.12
Perbandingan
Rerata pH Saliva Antar Kelompok Sebelum Perlakuan
Hasil uji komparabilitas dengan uji One Way Anova rerata pH saliva sebelum perlakuan
masing-masing diperoleh nilai p>0,05 (Tabel 4).
Hasil
tersebut menunjukkan bahwa rerata pH saliva pada ke empat kelompok sebelum
diberikan perlakuan tidak berbeda secara bermakna. Hasil Rerata pH saliva
sebelum perlakuan antar kelompok tidak berbeda bermakna disebabkan karena
pemilihan sampel pada tiap kelompok telah memenuhi kriteria inklusi, dan
dialokasikan dalam kelompok perlakuan secara random. Setiap sampel pada tiap
kelompok sebelum perlakuan mendapatkan perlakuan sama yaitu diberikan roti
tawar untuk dihabiskan selama dua menit.
Perbandingan
Rerata pH Saliva Antar Kelompok Sesudah Perlakuan
Hasil
uji efek perlakuan dengan Uji One
Way Anova
rerata pH saliva sesudah perlakuan antar
kelompok diperoleh nilai p<0,05 (Tabel 5).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa rerata pH saliva
pada ke empat kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Permatasari dkk bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan pada peningkatan pH saliva berdasarkan perubahan
konsentrasi infusum teh hijau.7
Perbedaan yang signifikan antar ke empat kelompok
setelah diberi perlakuan disebabkan karena pada Kelompok I diberikan akuades
untuk dikumur selama tiga menit, pada Kelompok II diberikan ekstrak teh hijau
3% dikumur selama satu menit, Kelompok III diberikan ekstrak teh hijau 3%
dikumur selama dua menit dan Kelompok IV diberikan ekstrak teh hijau dikumur
selama tiga menit.
Hasil Uji LSD (Least Significant Different)
diperoleh hasil bahwa rerata pH saliva sesudah perlakuan berkumur ekstrak teh
hijau 3% selama tiga menit lebih tinggi daripada satu menit dan dua menit
(Tabel 6).
Perbedaan rerata pH saliva sesudah perlakuan disebabkan karena
pada Kelompok I diberikan akuades yang tidak mengandung bahan aktif, sehingga
peningkatan pH saliva yang terjadi hanya disebabkan oleh stimulasi berkumur
dalam rongga mulut. Pada Kelompok II, III dan IV diberi ekstrak teh hijau 3%
mengandung bahan aktif yang dapat meningkatkan pH saliva.
Perbedaan pH saliva yang signifikan antar kelompok
juga disebabkan karena durasi berkumur antar kelompok yang berbeda. Indriana menyatakan bahwa komposisi dan jumlah saliva yang
dihasilkan tergantung pada tipe dan intensitas stimulus.11 Stimulus kimiawi lebih
meningkatkan pH saliva dibandingkan stimulus mekanik, dan semakin lama
intensitas stimulus yang diberikan maka akan lebih meningkatkan pH saliva. 11
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Awadalla
dkk bahwa terdapat perbedaan jumlah bakteri Streptococcus mutans, dan pH
saliva yang signifikan setelah berkumur dengan ekstrak teh hijau 2% selama lima menit.8 Teh
hijau mengandung polifenol khususnya flavonoid merupakan senyawa yang dapat
mencegah terjadinya karies gigi. Flavonoid dalam teh hijau berupa catechin
terdiri dari empat golongan besar yaitu epigallocatechin-3-gallate (EGCG),
epigallocatechin (EGC), epicatechin-3-gallate (ECG), dan epicatechin
(EC). Catechin pada teh hijau mencegah turunnya pH saliva setelah
makan dan mempertahankan pH saliva dalam posisi normal.8
Teh hijau dapat menghambat pembentukan asam,
menghambat pertumbuhan serta menghambat aktifasi glukosiltransferase dari Streptococcus
mutans dan bakteri dalam plak, sehingga dapat mencegah turunnya pH saliva
dan dapat meningkatkan pH saliva lebih
cepat setelah mengkonsumsi glukosa.13 Terhambatnya pembentukan asam
dari plak gigi dan bakteri Streptococcus mutans setelah berkumur dengan
larutan Epigallocatechin gallate (EGCG) yang merupakan salah satu
flavonoid teh hijau telah dibuktikan oleh Hirasawa dkk.14
Ekstrak teh hijau memiliki efek antikariogenik
karena dapat menurunkan aktivitas α-amilase saliva. Terhambatnya aktivitas
α-amilase akan menghambat pembentukan maltosa dari saripati makanan dan
memperlambat fermentasi karbohidrat menjadi asam sehingga mencegah penurunan pH saliva.13,15
Ekstrak teh hijau dapat mencegah pembentukan asam dan mencegah penurunan pH
saliva melalui mekanisme yang menghambat enzim dehidrogenase. Pemberian ekstrak
Epigallocatechin gallate (EGCG) dapat mencegah terbentuknya asam laktat
dari asam piruvat karena terhambatnya aktivitas enzim dehidrogenase. Polifenol
dalam teh hijau secara signifikan juga dapat menghambat perlekatan bakteri pada
lapisan glikoprotein sehingga mencegah penurunan pH saliva.15
Kandungan tanin dalam teh hijau dapat menghambat
pertumbuhan bakteri karena mampu mengikat zat besi, serta mampu menghambat
proses glukosiltransferase dan mencegah perlekatan bakteri.16 Kandungan
tanin terbesar terdapat dalam daun teh yang paling sedikit mengalami
fermentasi. Kandungan tanin lebih banyak terdapat dalam teh hijau yang tidak
mengalami fermentasi dari pada jenis teh lainnya.17
SIMPULAN
DAN SARAN
Ekstrak teh hijau 3% yang dikumur
selama tiga menit lebih meningkatkan pH saliva daripada satu menit dan dua
menit. Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut dengan menggunakan komponen aktif teh hijau sehingga
dapat diketahui komponen aktif yang paling signifikan mempengaruhi sekresi, pH
dan kadar bikarbonat saliva.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anonim. Riset Kesehatan Dasar Laporan Nasional. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 2008.
2.
Notohartojo, I.T., Magdarin, D.A.
Penilaian indeks DMF-T anak
usia 12 tahun oleh
dokter gigi dan bukan
dokter gigi di
Kabupaten Ketapang Propinsi Kalimantan Barat. Media Litbangkes 2013; 23 (1): 41-46.
3. Suryadinata,
A. Kadar bikarbonat penderita
karies dan bebas karies.
Sainstis 2012; 1 (1): 35-42.
4. Gopinath, V.K., Arzreanne, A.R. Saliva as
a diagnostic tool for assessment
of dental caries. Archieves of Orofacial Sciences 2006; 1:
57-59.
5.
Hurlbutt, M., Novy, B., Young, D. Dental
caries: a pH-mediated
disease. CDHA Journal 2010; 25 (1):
9-15.
6. Kukreja, B.J., Dodwad, V. Herbal mouthwashes-a
gift of nature. International Journal of Pharma and Bio
Science 2012; 3: 46-52.
7. Permatasari, N., Cahyati, M., Alexander,
F. Efektifitas berkumur infusum
teh hijau pada perubahan
pH saliva pada anak
SD berusia 9-11 tahun
di SDN Dinoyo II Malang. Available from:
URL: http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/gigi/MajalahFELIX%20ALEXANDER%20KHUSUMA.pdf. Accessed Nov, 2013.
8. Awadalla, H.I., Ragab, M.H., Bassuoni,
M.W., Fayed, M.T., Abbas, M.O. A pilot study
of the role of green tea
use on oral health.
International Journal of Dental Hygiene 2011;
9: 110-116.
9.
Pocock, S.J. Clinical Trials, A Practical Approach. Cichestes, John Wiley &
Sons. 2008
10.
Walsh, L.J. Clinical aspects
of salivary biology
for the dental clinician.
International Dentistry South Africa
(Australasian Edition) 2007; 2 (3): 16-20.
11. Indriana, T. Perbedaan laju
aliran saliva
dan pH karena pengaruh stimulus
kimiawi dan mekanis.
J Kedokt Meditek 2011; 17 (44): 1-5.
12.
Kidd, E.A.M., Smith, B.G.N., Watson,
T.F. Pickard’s Manual of Operative
Dentistry. 8th ed. Oxford
University.2003.
13. Cabrera, C., Artacho, R., Gimenez, R.
Beneficial effects of green tea-a
review. Journal of the American College of Nutrition 2006; 25 (2): 79-99.
14.
Hirasawa, M., Takada, K., Otake, S.
Inhibition of acid production
in dental plaque bacteria
by green tea catechins.
Caries Research 2006; 40 (3):
265-270.
15.
Narotzki, B., Reznick, A.Z., Aizenbud,
D., Levy, Y. Green tea: a promising
natural product
in oral health. Archieves of Oral Biology 2012; 57: 429-435.
16.
Subramaniam, P., Eswara, U., Reddy, M.
Effect of different types of tea
on Streptococcus mutans: an in vitro
study. Indian Journal of Dentar Research 2012; 23 (1): 43-48.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar