ABSTRACT
Tooth
extraction though always not cause problems, but can cause some complications,
one of which is endocarditis infection. The infection
is caused by Staphylococcus aureus that causes abnormalities of the heart
valves. The use of herbal ingredients to be an alternative to antibacterial
bacteria as a result of increased resistance to antibiotics. Mahkota Dewa fruit (Phaleria macrocarpa) was selected as an
antibacterial because it is active
substances contains such as alkaloids, saponins, flavonoids, and polyphenols.
The purpose of this study was to determine the effective concentration of the
extract Mahkota Dewa fruit as an
antibacterial against Staphylococcus aureus that can be made of a product in
the form of a gel that can be applied to a tooth extraction wound to prevent
endocarditis infection. The study is in vitro an experimental laboratory approaches
Post test Only Control Group Design. Samples are distinguished by the
concentration differences of the Mahkota Dewa fruit extract
are 60%, 70%, 80%, 90% and 100%. The
results showed that the Mahkota Dewa fruit extract
concentration of 70% effective as an antibacterial against Staphylococcus
aureus. The effectiveness of the extract Phaleria influenced by the ability of
the active substance content of flavonoids lysis of bacterial cells.
Keywords: Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), Staphylococcus aureus,
endocarditis.
PENDAHULUAN
Pencabutan gigi merupakan suatu tindakan
pembedahan yang melibatkan jaringan keras dan lunak di rongga mulut. Tindakan
pencabutan gigi dapat menimbulkan terjadinya suatu komplikasi1, dipengaruhi
oleh tiga
faktor yaitu 1)kondisi
sistemik dan lokal pasien, 2)keahlian, keterampilan dan pengalaman
operator dan
3)standar
prosedur pelaksanaan. Komplikasi yang terjadi dapat berupa perdarahan,
luka terbuka dan dry socket, yang semuanya menyebabkan mudah masuknya
kuman dan timbulnya infeksi. Salah satu contoh infeksi yang timbul pasca
pencabutan gigi adalah infeksi endokarditis.2
Endokarditis adalah suatu infeksi pada
lapisan selaput jantung, merupakan lapisan paling dalam dari otot jantung
akibat masuknya mikroorganisme. Infeksi endokarditis akut sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus3, dapat terjadi secara tiba-tiba dalam
beberapa hari atau bertahap dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Manifestasi penyakit ini berupa nyeri sendi,
menggigil, kulit pucat, denyut jantung cepat dan kelelahan. Staphylococcus
aureus merupakan salah satu bakteri yang berkaitan erat dengan infeksi
rongga mulut berupa abses, luka dan infeksi di dalam
mukosa. Pembedahan atau trauma menyebabkan rusaknya kulit atau selaput lendir,
sehingga terbentuk abses superfisial yang terlokalisir.4
Pengobatan infeksi yang disebabkan bakteri Staphylococcus
aureus selama ini dilakukan dengan pemberian antibiotika dosis tinggi dengan waktu yang panjang,
mencakup penisilin, sefalosporin dan vancomisin.5 Peningkatan
resistensi kuman karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat yang berujung
pada kegagalan terapi menjadi masalah yang terus timbul pada
pengobatan infeksi bakteri ini. Alergi, kerusakan ginjal, superinfeksi, ruam
dan gangguan pencernaan merupakan efek samping dari pengobatan infeksi Staphylococcus
aureus.5 Merupakan suatu tantangan bagi peneliti
untuk menggunakan bahan herbal sebagai pengobatan infeksi yang
disebabkan mikrooorganisme ini. Salah satu pengobatan tradisional
Indonesia yang banyak digunakan tetapi belum diteliti secara lengkap adalah
Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa).6
Mahkota dewa adalah tanaman perdu yang dapat tumbuh subur pada dataran rendah hingga ketinggian 1200
meter di atas
permukaan laut.7 Tanaman ini
mempunyai 1200 spesies yang tersebar dalam 67 genera. Tampilan tanaman ini sangat
menarik, terutama saat buahnya mulai tua dengan warna merah marun, sehingga
banyak dipelihara sebagai tanaman hias. Tanaman mahkota dewa banyak digunakan
sebagai obat tradisional, baik secara tunggal maupun dicampur dengan
obat-obatan tradisional lainnya.8
Penelitian sebelumnya tentang pengaruh ekstrak daging muda buah mahkota dewa
dengan konsentrasi 1–25% menunjukkan
adanya efek inhibisi terhadap Klebsiella
pneumonia.6 Pada
penelitian ini, ingin diketahui apakah ekstrak buah mahkota dewa juga menunjukkan adanya efek inhibisi terhadap bakteri Staphylococcus aureus sebagai penyebab infeksi
endokarditis.
Tujuan penelitian ini adalah ingin diketahui konsentrasi yang
efektif ekstrak buah mahkota dewa terhadap bakteri Staphylococcus aureus sehingga dapat dibuat suatu produk berupa gel yang dapat diaplikasikan pada luka bekas pencabutan gigi untuk mencegah infeksi
endokarditis.
Bakteri Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan
bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7–1,2 μm, tersusun dalam kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur,
fakultatif anaerob, tidak membentuk
spora dan tidak bergerak (Gambar 1). Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37
ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20–25 ºC). Koloni pada
perbenihan padat menunjukkan warna abu-abu sampai kuning keemasan,
berbentuk bulat,
halus, menonjol dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menunjukkan S. aureus mempunyai kapsul atau selaput tipis polisakarida
yang bertanggungjawab sebagai virulensi bakteri ini.9,10
Gambar 1 Bentuk mikroskopis S. aureus
Stapylococcus
aureus
ditemukan sebagai flora normal pada rongga mulut, kulit, saluran pernapasan dan
saluran cerna manusia. Bakteri ini merupakan
penyebab infeksi yang paling sering dijumpai dan juga paling
patogen. Bakteri tersebut mampu menimbulkan penyakit berspektrum
luas pada manusia, dimulai
dari penyakit yang disebabkan oleh toksin seperti
toxic shock syndrome, sampai dengan penyakit yang
mengancam jiwa seperti septicemia, endokarditis,
pneumonia dan osteomyelitis.11 Staphylococcus
aureus tahan
terhadap kondisi kering, tahan pada temperatur 50 oC selama 30 menit dan terhadap natrium
klorida 9%. Infeksi yang ditimbulkan oleh Staphylococcus
aureus ini mampu melakukan pembelahan sel dan cepat menyebar luas ke
jaringan serta memproduksi beberapa bahan ekstraseluler. Infeksi dengan
penyebaran yang sempit menyebabkan infeksi kulit secara lokal
seperti eksim, jerawat,
radang kulit yang menyebabkan timbulnya nanah (pyoderma),
penyakit kulit berupa benjolan-benjolan yang mudah pecah, melepuh
dan bernanah
(impetigo),
abses dan lesi (luka atau lecet). Infeksi lokal ini ditandai dengan adanya reaksi
inflamasi yang kuat, terlokalisir dan nyeri.12,13
Infeksi
Endokarditis
Endokarditis adalah suatu infeksi pada
lapisan paling dalam dari otot jantung akibat masuknya mikroorganisme. Tindakan
bedah dan pencabutan gigi merupakan tindakan yang dapat menyebabkan
endokarditis.3 Kasus infeksi endokarditis yang berasal dari pencabutan gigi
dapat terjadi secara tiba-tiba (akut) atau secara bertahap dan tersamar dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan (kronis), sampai
mengakibatkan terjadinya infeksi endokarditis akut.14 Endokarditis
sering bermanifestasi berupa nyeri sendi, menggigil, kulit pucat, denyut
jantung cepat dan kelelahan. Bakteri Staphylococcus
aureus menyebar melalui peredaran darah dan akhirnya melekat
pada katup jantung yang normal, kemudian berkumpul dan berkembang biak.
Endokarditis akut merupakan sepertiga
dari seluruh infeksi endokarditis yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Faktor
predisposisi terjadinya infeksi endokarditis dapat disebabkan ada atau tidaknya kelainan jantung. Kelainan jantung
organik mencakup penyakit jantung
reumatik, penyakit jantung bawaan, katup jantung prostetik (buatan), penyakit
jantung sklerotik dan prolaps katup mitral (murmur
syndrome). Pasien
tanpa kelainan jantung organik mencakup pasien yang
mengalami hemodialisis
atau dialisis peritoneal, sirosis hati, diabetes mellitus, penyakit obstruktif
menahun, ginjal, lupus eritematus dan penyalahgunaan narkotik intra vena.15
Hubungan Infeksi
Endokarditis Terhadap Prosedur Perawatan Gigi
Resiko terjadinya penyebaran bakteri akibat prosedur pencabutan gigi tergantung
pada dua variabel, yaitu besar trauma dan tingkat keradangan sebelumnya. Penelitian
menunjukkan bahwa infeksi endokarditis dapat
disebabkan oleh prosedur perawatan gigi yang sederhana seperti pencabutan
gigi dan kuretase.16 Penelitian tentang
insiden terjadinya infeksi endokarditis setelah prosedur pencabutan gigi sangat
bervariasi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa insiden terjadinya infeksi
endokarditis setelah pencabutan gigi adalah berkisar antara 17–93%.
Mahkota Dewa (Phaleria
macrocarpa)
Salah satu
tumbuhan obat Indonesia yang sangat populer saat ini adalah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Mahkota dewa
adalah tanaman perdu yang tumbuh subur pada dataran rendah hingga ketinggian 1200
meter di atas permukaan laut. Mahkota dewa bisa ditemukan ditanam di pekarangan
sebagai tanaman hias atau dikebun sebagai tanaman peneduh. Perdu menahun ini
tumbuh tegak dengan tinggi 1–2,5 m, memiliki batang
berbentuk bulat, permukannya kasar, berwarna cokelat, berkayu dan bergetah. Tanaman
ini berdaun tunggal yang letaknya berhadapan, bertangkai pendek, bentuknya
lanset atau lonjong, ujung dan pangkalnya runcing dengan tepi yang rata.17
Penampilan tanaman ini sangat menarik, terutama saat buahnya mulai tua dengan
warna merah marun, sehingga banyak dipelihara sebagai tanaman hias (Gambar 2).
Gambar 2 Buah
Mahkota Dewa
Tanaman ini
banyak digunakan sebagai obat tradisional, baik secara tunggal maupun dicampur
dengan obat tradisional lainnya. Daun mahkota dewa juga sering direbus untuk
menyembuhkan penyakit lemah syahwat, disentri, alergi dan tumor. Selain
memiliki khasiat sebagai obat, tanaman ini dapat menjadi racun apabila
dikonsumsi secara langsung. Telah diketahui bahwa biji mahkota dewa bersifat toksik
sedangkan buahnya tidak, dengan potensi penghambatan yang lebih besar
dibandingkan daunnya.18
Uji antibakteri secara in vitro
Aktivitas antibakteri
diukur secara in vitro untuk
menentukan potensinya dalam suatu sediaan, konsentrasinya dalam cairan tubuh
dan jaringan serta kepekaan bakteri terhadap obat.19 Penentuan
kepekaan bakteri terhadap antibakteri secara in vitro dapat dilakukan dengan metode turbidimetri (kekeruhan),
metode dilusi agar (pengenceran) dan metode difusi agar (penyebaran).20
Dengan menggunakan bakteri percobaan standar dan contoh antibakteri yang telah
diketahui, metode ini dapat digunakan untuk menentukan potensi antibakteri yang
sedang diperiksa dan kepekaan bakteri. Metode turbidimetri (kekeruhan) menggunakan
beberapa tabung yang telah disiapkan, diisi larutan pembanding dan sediaan uji
dengan variasi kadar tertentu, kemudian ditambahkan medium yang telah
diinokulasikan dengan bakteri. Tabung diinkubasikan dalam inkubator pada
temperatur 37 oC. Setelah periode inkubasi selesai, kekeruhan
pertumbuhan bakteri diukur menggunakan spektrofotometri
atau nephelometer (Gambar 3).
Gambar 3
Spektrofotometri
Metode
dilusi agar (pengenceran) menggunakan antibakteri dengan kadar yang menurun
secara bertahap, baik dengan media cair ataupun padat. Media diinokulasikan
dengan bakteri uji dan diinkubasi, kemudian dilarutkan antibakteri dengan kadar
yang dapat menghambat dan mematikan. Metode ini memerlukan waktu lama dan
penggunaannya terbatas pada keadaan tertentu saja. Selain itu penggunaan tabung
reaksi tidak praktis sehingga sekarang sudah jarang digunakan. Akhir-akhir ini
digunakan microdilution plate
(lempeng mikrotiter), yaitu sederetan
pengenceran yang disediakan untuk berbagai antibakteri dalam lempeng.
Keuntungan uji ini memberi hasil kuantitatif sesuai dengan jumlah antibakteri
yang dibutuhkan untuk menghambat atau mematikan bakteri.
Metode yang
sering digunakan untuk melihat aktivitas antibakteri adalah metode difusi agar
(penyebaran). Metode ini menggunakan cakram kertas atau silinder gelas dan
pencetak lubang (punch hole) yang
mengandung bahan uji dalam jumlah tertentu dan ditempatkan pada media padat
yang telah ditanami dengan biakan bakteri yang akan diperiksa, kemudian
diinkubasi. Setelah diinkubasi, diameter daerah hambatan jernih yang
mengelilingi bahan uji dianggap sebagai ukuran kekuatan hambatan bahan uji
terhadap bakteri yang diperiksa. Metode ini dipengaruhi banyak faktor fisika
dan kimia seperti sifat pembenihan, daya difusi, ukuran molekul dan stabilitas
bahan uji. Kesulitan metode ini adalah laju pertumbuhan beragam dari berbagai
bakteri dan gradien konsentrasi difusi tidak pernah stabil untuk waktu yang
lama. Kondisi tersebut dapat diatasi dengan pre-difusi yaitu membiarkan difusi
berlangsung sebelum bakteri tumbuh pada media pembenihan. Penilaian kepekaan
bakteri dilakukan dengan membandingkan ukuran daerah hambatan terhadap suatu
patokan antibakteri yang sama (metode Kirby
Bauer).19
BAHAN DAN METODE
Jenis penelitian adalah eksperimental laboratorium in vitro dengan pendekatan Post test Only Control Group Design. Sampel
penelitian adalah ekstrak buah mahkota dewa yang di proses di Laboratorium
Bersama Fakultas MIPA Universitas Udayana Denpasar. Sampel penelitian terdiri dari lima kelompok perlakuan
yang dibedakan berdasarkan konsentrasi ekstrak buah mahkota dewa terhadap
etanol yaitu kelompok I (60%), kelompok II (70%), kelompok III (80%), kelompok
IV (90%), kelompok V (100%) dan dua kelompok kontrol yaitu kontrol positif
(cakram antibiotik vancomycin) dan
kontrol negatif (cakram yang ditetesi etanol).
A.
Pembuatan
Ekstrak Buah Mahkota Dewa
Alat dan
bahan yang digunakan dalam pembuatan ekstrak ini adalah botol timbang, rotary evaporator (Eyela n-1200), pisau, ayakan 40 mesh (Retsch), neraca analitik (Adam),
oven (binder), moisture analyzer (Shimadzu),
spatula, alat-alat gelas, kertas saring bebas abu (whatmaan ashless), vacum gas
(gast), penyaring buchner, serbuk
halus buah mahkota dewa dan etanol 95%.
Buah mahkota
dewa yang segar dan berwarna merah sebanyak 3500 gram dicuci bersih, ditimbang,
lalu diiris halus dan dikeringkan dengan cara didiamkan pada suhu kamar. Sampel
kering sebanyak 520 gram kemudian diblender sampai menjadi serbuk. Serbuk buah
mahkota dewa diayak hingga diperoleh serbuk berukuran 40 mesh. Serbuk buah mahkota dewa sebanyak 236 gram dimaserasi
menggunakan 2,5 liter etanol pada suhu kamar selama 1 hari. Hasil maserasi
selanjutnya disaring sehingga diperoleh ekstrak cair etanol tahap 1. Kemudian
ampas dikeringkan pada suhu kamar selama 1 hari. Ampas yang telah dikeringkan
diremaserasi dengan 2,5 liter etanol pada suhu kamar selama 1 hari. Hasil
maserasi selanjutnya disaring sehingga diperoleh ekstrak cair etanol tahap 2. Kemudian
ampas dikeringkan pada suhu kamar selama 1 hari. Ampas yang telah dikeringkan
diremaserasi kembali dengan 2,5 liter etanol. Hasil maserasi selanjutnya
disaring dan diperoleh ekstrak cair etanol berwarna bening. Ekstrak cair yang
diperoleh pada tahap ekstraksi didiamkan 1 hari dan dilanjutkan pengentalan
ekstrak menggunakan rotary evaporator
(80 rpm, 45 oC, 0,62 bar).
B.
Uji Identifikasi
Fitokimia
Alat dan bahan yang digunakan untuk mengidentifikasi
ekstrak buah mahkota dewa adalah tabung reaksi, penjepit tabung, pipet tetes, gelas
ukur, tabung spiritus, cawan penguap, akuades, metanol 10 ml, etanol, kloroform,
asam asetat anhidrat, asam sulfat, HCl 2N dan FeCl3.
Uji identifikasi fitokimia terhadap ekstrak buah mahkota
dewa meliputi pemeriksaan alkaloid, terpenoid, steroid, fenolik, flavonoid dan
saponin.21 Uji identifikasi alkaloid dilakukan dengan cara sebagai
berikut. Sebanyak 2 ml larutan ekstrak uji diuapkan di atas cawan porselin
hingga didapat residu. Residu kemudian dilarutkan dengan 5 ml HCl 2N. Larutan
yang didapat kemudian dibagi ke dalam lima tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan
dengan asam encer yang berfungsi sebagai blanko.
Tabung kedua ditambahkan pereaksi Dragendorf
sebanyak 3 tetes. Tabung ketiga ditambahkan pereaksi Mayer sebanyak 3 tetes. Tabung keempat ditambahkan pereaksi Wagner sebanyak 3 tetes. Tabung kelima
ditambahkan pereaksi Bouchardat sebanyak
3 tetes. Terbentuknya endapan jingga pada tabung kedua dan endapan kuning pada
tabung ketiga menunjukan adanya alkaloid.
Identifikasi terpenoid dan steroid dilakukan dengan cara
sebagai berikut. Sebanyak 2 ml larutan uji diuapkan dalam cawan penguap. Residu
dilarutkan dengan 0,5 ml kloroform, kemudian ditambahkan 0,5 ml asam asetat
anhidrat. Selanjutnya ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding
tabung. Terbentuknya cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan
menunjukan adanya terpenoid, sedangkan bila muncul cincin biru kehijauan
menunjukan adanya steroid. Identifikasi fenolik dilakukan dengan cara sebagai
berikut. Sebanyak 2 ml larutan uji ditambahkan 3 tetes FeCl3 10%. Terbentuk
warna hitam pekat menunjukan adanya fenolik.
Identifikasi flavonoid dilakukan dengan cara sebagai
berikut. Sebanyak 1 ml larutan ekstrak uji diuapkan, dibasahkan sisanya dengan
aseton P, ditambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus asam
oksalat P, dipanaskan hati-hati di atas tangas air dan dihindari pemanasan
berlebihan. Sisa yang diperoleh dicampur dengan 10 ml eter P diamati dengan
sinar UV 366. Larutan berflouresensi kuning intensif, menunjukan adanya
flavonoid. Identifikasi saponin dilakukan dengan cara sebagai berikut. Sebanyak
2 ml larutan ekstrak uji dalam tabung reaksi ditambahkan dengan 10 ml aquades
kemudian dikocok vertikal selama 10 detik. Pembentukan busa setinggi 1–10 cm
yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit, menunjukan adanya saponin. Pada
penambahan 1 tetes HCl 2N, busa tidak hilang.
C. Uji Spektrofotometri Kadar Flavonoid
Alat dan
bahan yang dibutuhkan pada tahap ini adalah tabung
reaksi, corong, labu takar, kertas saring, pipet tetes, mikro pipet, spektrofotometer
UV-VIS, ekstrak kental buah mahkota dewa 0,0561 gram, ethanol 50%, AlCl3 2%, standar
quercetin dan aluminium foil.
Ekstrak
kental buah mahkota dewa sebanyak 0,0561 gram diencerkan dengan menggunakan
etanol 50% yang dimasukan ke dalam labu takar, kemudian dihomogenkan. Ekstrak
cair mahkota dewa disaring menggunakan kertas saring yang dimasukan ke dalam
tabung reaksi. Standar quercetin
dipersiapkan sebagai acuan untuk standar uji flavonoid. Berbagai konsentrasi
ekstrak cair buah mahkota dewa yang terdiri dari 0%, 10%, 20%, 40%, 60%, 80%,
100% dipersiapkan dengan menggunakan mikro pipet, dimasukan ke masing-masing
tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi yang terdiri dari konsentrasi di
atas ditetesi dengan etanol 50% dan AlCl3 2% sebanyak 1:1. Pengulangan
dipersiapkan sebanyak tiga kali. Kemudian dilakukan
inkubasi selama 30 menit. Masing-masing konsentrasi dibaca menggunakan
spektrofotometer UV-VIS di panjang gelombang 415 nm (Gambar 4). Hasil masing-masing konsentrasi dijumlahkan dan
dirata-ratakan.22,23
|
Gambar 4 Tahapan uji spektrofotometri kandungan
flavonoid
ekstrak
buah
mahkota
dewa
a. Standar
Quercetin, b.
Ekstrak buah mahkota dewa
dalam berbagai konsentrasi, c.
Pembacaan dengan menggunakan spektrofotometer
D.
Uji Daya Hambat Ekstrak Buah Mahkota Dewa Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus
Alat dan
bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, micropipet, lampu
Bunsen, inkubator, timer, oven, tabung reaksi, swab kapas steril, pinset, jangka
sorong, gunting, ose bulat, rak tabung reaksi, media Muller Hinton Agar (MHA), standar Mc Farlland 0,5 %, cakram kosong, biakan bakteri Staphylococcus aureus, ekstrak buah
mahkota dewa, etanol 95%, cakram antibiotik vancomycin dan NaCl fisiologis.
Cakram kosong disiapkan dan ditetesi ekstrak cair buah
mahkota dewa sebanyak 20 mikropipet yang terdiri dari konsentrasi 60%, 70%,
80%, 90%, 100% hingga seluruh cairan meresap ke dalam cakram. Cakram antibiotik
vancomycin digunakan untuk kontrol positif. Koloni Staphylococcus aureus dari biakan murni diambil 1–3 ose dan disuspensikan ke dalam tabung
yang berisi 5 ml larutan NaCl fisiologis. Suspensi ini dibandingkan dengan
standar kekeruhan Mc-Farlland 0,5%
dengan cara memegang kedua tabung saling berhimpitan. Suspensi Staphylococcus aureus dengan kepekatan Mc-Farlland 0,5% disiapkan. Swab kapas
steril disiapkan dan dicelupkan ke dalam suspensi bakteri. Setelah suspensi
bakteri meresap, swab kapas steril diangkat dan diperas dengan cara menekankan
pada dinding tabung bagian dalam sambil diputar-putar. Swab kapas yang telah dicelupkan
tadi digores-goreskan pada permukaan media Muller
Hinton Agar (MHA) sampai seluruh permukaan tertutup rapat dengan
gores-goresan. Goresan dilakukan dengan merata. Media Muller Hinton Agar didiamkan selama 5–15 menit agar suspensi
bakteri meresap ke dalam media.
Masing-masing cakram yang telah kering kemudian
ditempelkan pada permukaan media Muller
Hinton Agar yang sudah digoreskan suspensi bakteri sedikit ditekan dengan
pinset sampai melekat sempurna. Kontrol positif dan negatif ditempelkan pada media
Muller Hinton Agar sesuai dengan
jumlah pengulangan sampel. Jarak
antara cakram satu dengan cakram lain minimal 15 mm dan cakram yang telah
ditempelkan pada permukaan media tidak boleh dipindahkan atau digeser. Media
yang telah ditanami cakram diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam
dengan posisi terbalik. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam masa inkubasi.
Daerah bening merupakan petunjuk kepekaan bakteri terhadap bahan antibakteri
yang digunakan sebagai bahan uji. Daerah ini dinyatakan dengan lebar diameter
zona hambat, dihitung dalam satuan millimeter (mm) menggunakan jangka sorong (Gambar
5).24
|
Gambar 5 Tahapan uji
daya hambat ekstrak buah
mahkota
dewa
terhadap
Staphylococcus aureus a. Inkubasi, b.
Zona
bening yang terbentuk, c. Pengukuran zona bening
Diameter
tersebut kemudian dikategorikan kekuatan antibakterinya berdasarkan
penggolongan Davis dan Stout, yaitu sebagai berikut: diameter zona bening ≥20
mm termasuk daya hambat sangat kuat; diameter zona bening 10–20 mm termasuk
daya hambat kuat; diameter zona bening 5–10 mm termasuk daya hambat sedang dan
diameter zona bening 2–5 mm termasuk daya hambat lemah.
HASIL DAN DISKUSI
1.
Ekstraksi
Buah Mahkota Dewa
Ekstraksi buah
mahkota dewa dengan menggunakan teknik maserasi didapatkan ekstrak kental buah
mahkota dewa. Kemudian
dilakukan pengenceran dengan menggunakan etanol 95% sehingga didapatkan ekstrak
buah mahkota dewa berwarna kecoklatan. Ekstrak disimpan di dalam
botol kaca yang tertutup dan disimpan di lemari pendingin dengan suhu 2–8 oC (Gambar 6).
Gambar 6 Ekstrak buah
mahkota dewa
2. Uji
Identifikasi Fitokimia
Kandungan
zat aktif buah buah mahkota dewa dapat diketahui dari perubahan warna yang terjadi
(Gambar 7). Selanjutnya Tabel
1 menunjukkan
bahwa zat aktif yang terkandung dalam ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) adalah flavonoid,
alkaloid, steroid dan fenolik.
|
Gambar 7 a. Larutan
Alkaloid, b.Larutan
Steroid, c. Larutan Fenolik, d. Larutan Flavonoid, e.
Larutan Saponin
Tabel 1 Hasil Skrining Uji Fitokimia Ekstrak Buah
Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)
Zat Aktif
|
Metode Pengujian
|
Pengamatan
|
Hasil
|
Flavonoid
|
Pew
|
terbentuk
warna kuning intensif
|
+
|
Alkaloid
|
Wagner
|
terbentuk
endapan kuning
|
+
|
Terpenoid
|
Liebarmann-Burchard
|
tidak
terbentuk cincin kecoklatan
|
-
|
Saponin
|
HCL
2N
|
tidak
terbentuk busa stabil
|
-
|
Steroid
|
Liebarmann-Burchard
|
terbentuk
cincin biru kehijauan
|
+
|
Fenolik
|
FeCl3
|
terbentuk
warna hitam pekat
|
+
|
Uji identifikasi
fitokimia dari ekstrak buah mahkota dewa menunjukkan kandungan flavonoid,
alkaloid, steroid dan fenol. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya25, bahwa kandungan kimia mahkota dewa adalah alkaloid, saponin, flavonoid dan
polifenol. Buah mahkota dewa terdiri dari golongan saponin, alkaloid, tanin,
flavonoid, fenol, lignan dan minyak atsiri. Sedangkan pada kulitnya mengandung alkaloid, saponin, dan flavonoid. Perbedaan
kandungan senyawa kimia yang ada pada daun dan buah mahota dewa menunjukkan
perbedaan aktivitas farmakologisnya.26
4. Uji
Spektrofotometri Kandungan
Flavonoid
Ekstrak
Buah
Mahkota
Dewa (Phaleria Macrocarpa)
Tabel 2 Hasil
Perhitungan Kadar Flavonoid Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)
No.
|
Konsentrasi
(%)
|
Absorbansi
|
Kadar
flavonoid
(%)
|
1
|
0
|
0,000
|
|
2
|
10
|
0,100
|
|
3
|
20
|
0,256
|
|
4
|
40
|
0,474
|
|
5
|
60
|
0,674
|
|
6
|
80
|
1,016
|
|
7
|
100
|
1,288
|
3,41
|
Tabel 2
menunjukkan bahwa kadar flavonoid yang terdapat pada ekstrak buah mahkota dewa
sebesar 3,41% yang didapat dengan menjumlahkan absorbansi serta merata-ratakan.
Dari empat kandungan zat aktif di atas yang berpotensi
sebagai antibakteri paling besar adalah flavonoid. Karena selain flavonoid
merupakan golongan fenol terbesar, berdasarkan hasil uji spektrofotometri
didapatkan kandungan flavonoid yang tinggi yaitu 3,41%.
5. Uji Daya Hambat
Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria
macrocarpa) terhadap
Staphylococcus aureus
|
Suspensi
Staphylococcus aureus dibuat dari
koloni yang tumbuh pada media Muller
Hinton Agar. Dari koloni tersebut
diambil 1–3 ose dimasukkan ke dalam
media NaCl 0,9%, dibuat kekeruhan setara dengan 0,5 Mac-Farland. Lidi kapas steril dicelupkan ke dalam suspensi
tersebut dan diperas pada dinding tabung supaya cairan yang diambil tidak
berlebihan. Kemudian dioleskan secara merata pada media Muller Hinton Agar.
Secara menyeluruh dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Pembuatan Suspensi Staphylococcus aureus a.
Proses pembuatan kekeruhan, b. Pengolesan secara merata
pada media
Tabel 3 Uji Anova
Kelompok Perlakuan
No.
|
Konsentrasi
(%)
|
n
|
Rerata
|
ρ
|
1
|
60
|
4
|
0
|
0,000
|
2
|
70
|
4
|
3,25
|
|
3
|
80
|
4
|
6,50
|
|
4
|
90
|
4
|
6,75
|
|
5
|
100
|
4
|
8,00
|
Tabel 3 menunjukkan
bahwa ekstrak buah mahkota dewa konsentrasi 60% belum memiliki efek anti bakteri terhadap Staphylococcus aureus. Efek anti bakteri baru terlihat pada
konsentrasi 70%. Konsentrasi 80% dan 90% memiliki
zona hambat dua kali lebih besar daripada konsentrasi 70%. Berdasarkan
diameter zona hambat penggolongan Davis and Stout maka dapat dikatakan bahwa
kekuatan daya hambat ekstrak buah mahkota dewa adalah sedang. Penelitian sebelumnya27
menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa
antibakteri yang terkandung di dalam suatu ekstrak, makin besar konsentrasi
ekstrak buah mahkota dewa semakin rendah pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Berdasarkan hasil
uji spektrofotometri kadar flavonoid ekstrak buah mahkota dewa dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar flavonoid dalam ekstrak buah mahkota
dewa semakin besar daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi kecil. Dari uji Anova
didapatkan nilai signifikansi 0,000 (ρ<0,05)
yang berarti bahwa terdapat perbedaan bermakna secara statistik antar kelompok
perlakuan. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar rata-rata kelompok
konsentrasi secara lebih spesifik, dilakukan uji post hoc yaitu uji LSD (Less
Significance Difference).
Tabel 4 Uji Post
Hoc (LSD) Ekstrak Buah Mahkota Dewa
Klp
|
2
|
3
|
4
|
5
|
2
|
|
0,018
|
0,012
|
0,001
|
3
|
0,018
|
|
0,840*
|
0,237*
|
4
|
0,012
|
0,840*
|
|
0,321*
|
5
|
0,001
|
0,237*
|
0,321*
|
|
Tabel 4 menunjukkan
bahwa daya hambat minimal ekstrak buah mahkota dewa konsentrasi 70% terhadap Staphylococcus aureus dengan menggunakan metode Kirby-bauer berbeda bermakna dengan kelompok lainnya (ρ<0,05) dan tidak ada perbedaan yang bermakna pada konsentrasi 80–100%. Tabel 4 menunjukkan bahwa ekstrak buah mahkota dewa
konsentrasi 70% efektif sebagai anti bakteri terhadap Staphylococcus aureus.
Efektivitas
antibakteri buah mahkota dewa dibuktikan dengan adanya kandungan berupa flavonoid,
alkaloid, steroid dan fenol. Masing-masing
komponen bekerja dengan mekanisme sendiri. Penelitian sebelumnya28,
ekstrak etanol buah mahkota dewa memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Fusobacterium nucleatum dengan nilai kadar
hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM) 3,125%. Ekstrak etanol buah
mahkota dewa juga memiliki daya antibakteri yang menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans. Efek antibakteri
dinilai dari nilai KHM dan KBM yang terdapat pada ekstrak etanol buah mahkota
dewa pada konsentrasi 6,25% dengan jumlah koloni 0 Colony Forming Unit (CFU) /ml.28 Hasil penelitian lainnya26,
menyebutkan bahwa ekstrak etanol buah mahkota dewa memiliki daya antibakteri
serta mampu menghambat pertumbuhan Enterococcus
faecalis.
Flavonoid
termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai
bioaktifitas sebagai obat.29 Flavonoid beperan sebagai antibakteri
dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu
integritas membran bakteri. Alkaloid merupakan senyawa organik yang berfungsi
sebagai detoksifikasi, menetralisir racun di dalam tubuh. Mekanisme kerja
antimikroba dari alkaloid dihubungkan dengan kemampuan alkaloid untuk berikatan
dengan sel DNA, sehingga mengganggu fungsi sel diikuti dengan pecahnya sel dan
diakhiri dengan kematian sel.30 Steroid merupakan golongan dari
senyawa triterpenoid yang berperan sebagai antibakteri dan antivirus, tetapi
lebih dominan berfungsi sebagai antiinflamasi.
Senyawa
golongan fenol berperan sebagai antioksidan, semakin besar kandungan senyawa
golongan fenolnya maka semakin besar aktivitas antioksidannya.31
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah
terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid. Fenol merupakan
salah satu antiseptik tertua dengan khasiat bakterisidal. Mekanisme kerja fenol sebagai antibakteri adalah
meracuni protoplasma, merusak dan menembus dinding serta mengendapkan protein
sel bakteri. Senyawa fenolik bermolekul besar mampu menginaktifkan enzim
esensial di dalam sel bakteri meskipun dalam konsentrasi sangat rendah. Fenol
dapat menyebabkan kerusakan sel bakteri, denaturasi protein, menginaktifkan
enzim dan menyebabkan kebocoran sel.
SIMPULAN
Dari
hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa ekstrak
buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)
konsentrasi 70% efektif
sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus. Efektivitas
ekstrak buah mahkota dewa dipengaruhi oleh kemampuan kandungan zat aktif flavanoid melisis sel bakteri.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Robinson DP.
Tooth Extraction.
Oxford: Wright; 2005.
2.
Peterson JL.
Oral and Maxillofacial Surgery, 4th ed. St.Louis:
The
CV. Mosby Co; 2003.
3.
Kaye D.
Endocarditis Infeksiosa. Dalam:
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam (Harrison’s Principles of Internal
Medicine), 13th ed.
Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 1995.
4.
Locksley RM.
Infeksi Stafilokokus. Dalam:
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam (Harrison’s Principles of Internal
Medicine), 13th ed.
Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 1995.
5.
Lukman SR.
Uji daya hambat ekstrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica) terhadap
pertumbuhan staphylococcus aureus
secara in vitro.
Skripsi. Universitas
Hasanuddin Makassar; 2013.
6.
Wijaya
S. dan Nopriansyah H.
Uji in vitro efek antibakteri ekstrak
daging muda buah mahkota dewa (phaleria
macrocarpa) terhadap klebsiella pneumoniae. Skripsi. Universitas
Sriwijaya; 2010.
7.
Soeksmanto A,
Hapsari Y dan Simanjuntak P. Kandungan
antioksidan pada beberapa bagian tanaman mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa). J Biodeversitas 2007; 08(2): h.
92-95.
8.
Boris RP,
Blasko G dan Cordell GA. Enopharmacologic and
phytochemical studies of the Thymelaeaceae, J
Etnopharmacology 1988; 24(41).
9.
Jawetz
E, Melnick JL, Adelberg EA, Brooks GF, Butel JS dan Ornston LN. Mikrobiolgi Kedokteran,
20th ed, Nugroho dan R.
Maulany(Penterjemah): Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 1995.
10.
Fischetti
AV, Novick RP, Ferreti JJ, Portnoy DA dan Rood JI. Gram Positif. Washington
DC: ASM
Press; 2000.
11.
Warsa
UC. Sthapylococcus. Dalam:
Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit
Binarupa Aksara; 1994.
12.
Lowy
FD. Staphylococcus aureus infections. J. Med 1998 339(520).
13.
Jawetz
E, Melnik J dan Adelberg E. Mikrobiologi Kedokteran, 20th ed. Edi Nugroho dan
Maulany RF (Penterjemah). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; 2001.
14.
Lynch MA.
Disease of the Cardiovascular System. Dalam: Oral Medicine:
diagnosis and treatment, Burket
Lester W. 9th ed. Philadelphia
Montreal: JB Lippincott Co; 1994.
15.
Soeparman.
Ilmu Penyakit Dalam 2nd ed. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 1997.
16.
Sonis
ST, Fazio RC dan Fang L. Principle and Practice of Oral Medicine. Philadelphia: WB
Saunders Co; 1995.
17.
Manganti
I. Resep Ampuh Tanaman Obat Untuk Menurunkan Kolesterol dan Mengobati Asam
Urat, Araska, 2011: h. 110.
18.
Suryani L dan Stepriyani S. Daya antibakteri infusa daun mahkota
dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli. J Mutiara Medika 2007; 5(1): h. 23–28.
19.
Fatimah
C. Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) Secara
in vitro dan Efek Penyembuhan Sediaan Salap Terhadap Luka Buatan Kulit Marmut
yang Diinfeksi. Tesis: Universitas
Sumatera Utara, Medan; 2004.
20.
Hanafiah
AK. Rancangan Percobaan, 2nd ed. Jakarta: Raja Grafindo
Persada; 2001.
21.
Setyowati
WAE, Ariani SRD, Ashadi, Mulyani B, Rahmawati CP.
Skrining fitokimia dan identifikasi komonen utama ekstrak methanol kulit durian
(Durio zibethinus Murr.) varietas petruk. Seminar Nasional
Kimia dan Pendidikan Kimia VI, Surakarta; 2014.
22.
Perwiratami
C, Suzery M dan Cahyono B. Korelasi fenolat total dan flavonoid
total dengan antioksidan dari beberapa beberapa sediaan ekstrak buah tanjung
(Mimusops elengi). J Chem. Prog. 2014; 7(1).
23.
Rohman
A, Riyanto S dan Hidayati NK. Aktivitas antioksidan, kandungan
fenolik total dan flavonoid total daun mengkudu (Morinda citrifolia L), J Agritech 2007; 23(4).
24.
Karsinah
Lucky HM, Suharto dan Mardiastuti HW. Batang Negatif Gram. Dalam: Buku
Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit
Bina Rupa Aksara; 1994.
25.
Soeksmanto
A. Pengaruh ekstrak butanol buah tua mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)
terhadap jaringan ginjal mencit (Mus musculus). J Biodiversitas 2006; 7(3): h. 278-281.
26.
Aswal
D dan Beatrice L. Efek
antibakteri ekstrak buah mahkota dewa terhadap enterococcus faecalis sebagai
medikamen saluran akar, J Dentika Dental 2010; 15(1): h. 32-36.
27.
Hayati
K. Efek Antibakteri Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap Staphylococus
aureus yang Diisolasi dari Denture Stomatitis (Penelitian In Vitro). Skripsi. Universitas
Sumatera Utara, Medan. 2009.
28.
Siregar B.
Daya Antibakteri
Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) Terhadap Pertumbuhan
Streptococcus mutans (in vitro). Skripsi.
Universitas Sumatera Utara, Medan; 2011.
29.
Rohyami
Y. Penentuan kandungan flavonoid dari ekstrak methanol daging buah mahkota dewa. J Logika 2008; 5(1): h. 1-16.
30.
Kere
M. Daya
Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) Terhadap
Fusobacterium nucleatum sebagai bahan medikamen Saluran Akar Secara in vitro.
Skripsi. Universitas
Sumatera Utara, Medan; 2011.
31.
Jawetz
E, Melnik J dan Adelberg E. Mikrobiologi
Kedokteran, 23th ed; H
Hartanto (Penterjemah); Jakarta: EGC; 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar