Minggu, 05 Juni 2016

EFEKTIVITAS EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Staphylococcus aureus SEBAGAI PENYEBAB INFEKSI ENDOKARDITIS

ABSTRACT
Tooth extraction though always not cause problems, but can cause some complications, one of which is endocarditis infection. The infection is caused by Staphylococcus aureus that causes abnormalities of the heart valves. The use of herbal ingredients to be an alternative to antibacterial bacteria as a result of increased resistance to antibiotics. Mahkota Dewa fruit (Phaleria macrocarpa) was selected as an antibacterial because it is active substances contains such as alkaloids, saponins, flavonoids, and polyphenols. The purpose of this study was to determine the effective concentration of the extract Mahkota Dewa fruit as an antibacterial against Staphylococcus aureus that can be made of a product in the form of a gel that can be applied to a tooth extraction wound to prevent endocarditis infection. The study is in vitro an experimental laboratory approaches Post test Only Control Group Design. Samples are distinguished by the concentration differences of the Mahkota Dewa fruit extract are 60%, 70%, 80%, 90% and 100%. The results showed that the Mahkota Dewa fruit extract concentration of 70% effective as an antibacterial against Staphylococcus aureus. The effectiveness of the extract Phaleria influenced by the ability of the active substance content of flavonoids lysis of bacterial cells.

Keywords: Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), Staphylococcus aureus, endocarditis.



PENDAHULUAN
Pencabutan gigi merupakan suatu tindakan pembedahan yang melibatkan jaringan keras dan lunak di rongga mulut. Tindakan pencabutan gigi dapat menimbulkan terjadinya suatu komplikasi1, dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu 1)kondisi sistemik dan lokal pasien, 2)keahlian, keterampilan dan pengalaman operator dan 3)standar prosedur pelaksanaan. Komplikasi yang terjadi dapat berupa perdarahan, luka terbuka dan dry socket, yang semuanya  menyebabkan mudah masuknya kuman dan timbulnya infeksi. Salah satu contoh infeksi yang timbul pasca pencabutan gigi adalah infeksi endokarditis.2
Endokarditis adalah suatu infeksi pada lapisan selaput jantung, merupakan lapisan paling dalam dari otot jantung akibat masuknya mikroorganisme. Infeksi endokarditis akut sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus3, dapat terjadi secara tiba-tiba dalam beberapa hari atau bertahap dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Manifestasi penyakit ini berupa nyeri sendi, menggigil, kulit pucat, denyut jantung cepat dan kelelahan. Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang berkaitan erat dengan infeksi rongga mulut berupa abses, luka dan infeksi di dalam mukosa. Pembedahan atau trauma menyebabkan rusaknya kulit atau selaput lendir, sehingga terbentuk abses superfisial yang terlokalisir.4
Pengobatan infeksi yang disebabkan bakteri Staphylococcus aureus selama ini dilakukan dengan pemberian antibiotika dosis tinggi dengan waktu yang panjang, mencakup penisilin, sefalosporin dan vancomisin.5 Peningkatan resistensi kuman karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat yang berujung pada kegagalan terapi menjadi masalah yang terus timbul pada pengobatan infeksi bakteri ini. Alergi, kerusakan ginjal, superinfeksi, ruam dan gangguan pencernaan merupakan efek samping dari pengobatan infeksi Staphylococcus aureus.5 Merupakan suatu tantangan bagi peneliti untuk menggunakan bahan herbal sebagai pengobatan infeksi yang disebabkan mikrooorganisme ini. Salah satu pengobatan tradisional Indonesia yang banyak digunakan tetapi belum diteliti secara lengkap adalah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa).6
Mahkota dewa adalah tanaman perdu yang dapat tumbuh subur pada dataran rendah hingga ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut.7 Tanaman ini mempunyai 1200 spesies yang tersebar dalam 67 genera. Tampilan tanaman ini sangat menarik, terutama saat buahnya mulai tua dengan warna merah marun, sehingga banyak dipelihara sebagai tanaman hias. Tanaman mahkota dewa banyak digunakan sebagai obat tradisional, baik secara tunggal maupun dicampur dengan obat-obatan tradisional lainnya.8
Penelitian sebelumnya tentang pengaruh ekstrak daging muda buah mahkota dewa dengan konsentrasi 1–25% menunjukkan adanya efek inhibisi terhadap Klebsiella pneumonia.6 Pada penelitian ini, ingin diketahui apakah ekstrak buah mahkota dewa juga menunjukkan adanya efek inhibisi terhadap bakteri Staphylococcus aureus sebagai penyebab infeksi endokarditis. Tujuan penelitian ini adalah ingin diketahui konsentrasi yang efektif ekstrak buah mahkota dewa terhadap bakteri Staphylococcus aureus sehingga dapat dibuat suatu produk berupa gel yang dapat diaplikasikan pada luka bekas pencabutan gigi untuk mencegah infeksi endokarditis.



Bakteri Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7–1,2 μm, tersusun dalam kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora dan tidak bergerak (Gambar 1). Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20–25 ºC). Koloni pada perbenihan padat menunjukkan warna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bulat, halus, menonjol dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menunjukkan S. aureus mempunyai kapsul atau selaput tipis polisakarida yang bertanggungjawab sebagai virulensi bakteri ini.9,10

Gambar 1 Bentuk mikroskopis S. aureus

Stapylococcus aureus ditemukan sebagai flora normal pada rongga mulut, kulit, saluran pernapasan dan saluran cerna manusia. Bakteri ini merupakan penyebab infeksi yang paling sering dijumpai dan juga paling patogen. Bakteri tersebut mampu menimbulkan penyakit berspektrum luas pada manusia, dimulai dari penyakit yang disebabkan oleh toksin seperti toxic shock syndrome, sampai dengan penyakit yang mengancam jiwa seperti septicemia, endokarditis, pneumonia dan osteomyelitis.11 Staphylococcus aureus tahan terhadap kondisi kering, tahan pada temperatur 50 oC selama 30 menit dan terhadap natrium klorida 9%. Infeksi yang ditimbulkan oleh Staphylococcus aureus ini mampu melakukan pembelahan sel dan cepat menyebar luas ke jaringan serta memproduksi beberapa bahan ekstraseluler. Infeksi dengan penyebaran yang sempit menyebabkan infeksi kulit secara lokal seperti eksim, jerawat, radang kulit yang menyebabkan timbulnya nanah (pyoderma), penyakit kulit berupa benjolan-benjolan yang mudah pecah, melepuh dan bernanah (impetigo), abses dan lesi (luka atau lecet). Infeksi lokal ini ditandai dengan adanya reaksi inflamasi yang kuat, terlokalisir dan nyeri.12,13

Infeksi Endokarditis
Endokarditis adalah suatu infeksi pada lapisan paling dalam dari otot jantung akibat masuknya mikroorganisme. Tindakan bedah dan pencabutan gigi merupakan tindakan yang dapat menyebabkan endokarditis.3 Kasus infeksi endokarditis yang berasal dari pencabutan gigi dapat terjadi secara tiba-tiba (akut) atau secara bertahap dan tersamar dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan (kronis), sampai mengakibatkan terjadinya infeksi endokarditis akut.14 Endokarditis sering bermanifestasi berupa nyeri sendi, menggigil, kulit pucat, denyut jantung cepat dan kelelahan. Bakteri Staphylococcus aureus menyebar melalui peredaran darah dan akhirnya melekat pada katup jantung yang normal, kemudian berkumpul dan berkembang biak.
Endokarditis akut merupakan sepertiga dari seluruh infeksi endokarditis yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Faktor predisposisi terjadinya infeksi endokarditis dapat disebabkan ada atau tidaknya kelainan jantung. Kelainan jantung organik mencakup penyakit jantung reumatik, penyakit jantung bawaan, katup jantung prostetik (buatan), penyakit jantung sklerotik dan prolaps katup mitral (murmur syndrome). Pasien tanpa kelainan jantung organik mencakup pasien yang mengalami hemodialisis atau dialisis peritoneal, sirosis hati, diabetes mellitus, penyakit obstruktif menahun, ginjal, lupus eritematus dan penyalahgunaan narkotik intra vena.15

Hubungan Infeksi Endokarditis Terhadap Prosedur Perawatan Gigi
Resiko terjadinya penyebaran bakteri akibat prosedur pencabutan gigi tergantung pada dua variabel, yaitu besar trauma dan tingkat keradangan sebelumnya. Penelitian menunjukkan bahwa infeksi endokarditis dapat disebabkan oleh prosedur perawatan gigi yang sederhana seperti pencabutan gigi dan kuretase.16 Penelitian tentang insiden terjadinya infeksi endokarditis setelah prosedur pencabutan gigi sangat bervariasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa insiden terjadinya infeksi endokarditis setelah pencabutan gigi adalah berkisar antara 17–93%.

Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)
Salah satu tumbuhan obat Indonesia yang sangat populer saat ini adalah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Mahkota dewa adalah tanaman perdu yang tumbuh subur pada dataran rendah hingga ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Mahkota dewa bisa ditemukan ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias atau dikebun sebagai tanaman peneduh. Perdu menahun ini tumbuh tegak dengan tinggi 1–2,5 m, memiliki batang berbentuk bulat, permukannya kasar, berwarna cokelat, berkayu dan bergetah. Tanaman ini berdaun tunggal yang letaknya berhadapan, bertangkai pendek, bentuknya lanset atau lonjong, ujung dan pangkalnya runcing dengan tepi yang rata.17 Penampilan tanaman ini sangat menarik, terutama saat buahnya mulai tua dengan warna merah marun, sehingga banyak dipelihara sebagai tanaman hias (Gambar 2).

Description: D:\bahan bab 1\gambar mahkota dewa.jpg
Gambar 2 Buah Mahkota Dewa

Tanaman ini banyak digunakan sebagai obat tradisional, baik secara tunggal maupun dicampur dengan obat tradisional lainnya. Daun mahkota dewa juga sering direbus untuk menyembuhkan penyakit lemah syahwat, disentri, alergi dan tumor. Selain memiliki khasiat sebagai obat, tanaman ini dapat menjadi racun apabila dikonsumsi secara langsung. Telah diketahui bahwa biji mahkota dewa bersifat toksik sedangkan buahnya tidak, dengan potensi penghambatan yang lebih besar dibandingkan daunnya.18

Uji antibakteri secara in vitro
Aktivitas antibakteri diukur secara in vitro untuk menentukan potensinya dalam suatu sediaan, konsentrasinya dalam cairan tubuh dan jaringan serta kepekaan bakteri terhadap obat.19 Penentuan kepekaan bakteri terhadap antibakteri secara in vitro dapat dilakukan dengan metode turbidimetri (kekeruhan), metode dilusi agar (pengenceran) dan metode difusi agar (penyebaran).20 Dengan menggunakan bakteri percobaan standar dan contoh antibakteri yang telah diketahui, metode ini dapat digunakan untuk menentukan potensi antibakteri yang sedang diperiksa dan kepekaan bakteri. Metode turbidimetri (kekeruhan) menggunakan beberapa tabung yang telah disiapkan, diisi larutan pembanding dan sediaan uji dengan variasi kadar tertentu, kemudian ditambahkan medium yang telah diinokulasikan dengan bakteri. Tabung diinkubasikan dalam inkubator pada temperatur 37 oC. Setelah periode inkubasi selesai, kekeruhan pertumbuhan bakteri diukur menggunakan spektrofotometri atau nephelometer (Gambar 3).


Description: D:\bahan bab 1\spectrophotometer_p7131132.jpg
Gambar 3 Spektrofotometri

Metode dilusi agar (pengenceran) menggunakan antibakteri dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair ataupun padat. Media diinokulasikan dengan bakteri uji dan diinkubasi, kemudian dilarutkan antibakteri dengan kadar yang dapat menghambat dan mematikan. Metode ini memerlukan waktu lama dan penggunaannya terbatas pada keadaan tertentu saja. Selain itu penggunaan tabung reaksi tidak praktis sehingga sekarang sudah jarang digunakan. Akhir-akhir ini digunakan microdilution plate (lempeng mikrotiter), yaitu sederetan pengenceran yang disediakan untuk berbagai antibakteri dalam lempeng. Keuntungan uji ini memberi hasil kuantitatif sesuai dengan jumlah antibakteri yang dibutuhkan untuk menghambat atau mematikan bakteri.
Metode yang sering digunakan untuk melihat aktivitas antibakteri adalah metode difusi agar (penyebaran). Metode ini menggunakan cakram kertas atau silinder gelas dan pencetak lubang (punch hole) yang mengandung bahan uji dalam jumlah tertentu dan ditempatkan pada media padat yang telah ditanami dengan biakan bakteri yang akan diperiksa, kemudian diinkubasi. Setelah diinkubasi, diameter daerah hambatan jernih yang mengelilingi bahan uji dianggap sebagai ukuran kekuatan hambatan bahan uji terhadap bakteri yang diperiksa. Metode ini dipengaruhi banyak faktor fisika dan kimia seperti sifat pembenihan, daya difusi, ukuran molekul dan stabilitas bahan uji. Kesulitan metode ini adalah laju pertumbuhan beragam dari berbagai bakteri dan gradien konsentrasi difusi tidak pernah stabil untuk waktu yang lama. Kondisi tersebut dapat diatasi dengan pre-difusi yaitu membiarkan difusi berlangsung sebelum bakteri tumbuh pada media pembenihan. Penilaian kepekaan bakteri dilakukan dengan membandingkan ukuran daerah hambatan terhadap suatu patokan antibakteri yang sama (metode Kirby Bauer).19

BAHAN DAN METODE
Jenis penelitian adalah eksperimental laboratorium in vitro dengan pendekatan Post test Only Control Group Design. Sampel penelitian adalah ekstrak buah mahkota dewa yang di proses di Laboratorium Bersama Fakultas MIPA Universitas Udayana Denpasar. Sampel penelitian terdiri dari lima kelompok perlakuan yang dibedakan berdasarkan konsentrasi ekstrak buah mahkota dewa terhadap etanol yaitu kelompok I (60%), kelompok II (70%), kelompok III (80%), kelompok IV (90%), kelompok V (100%) dan dua kelompok kontrol yaitu kontrol positif (cakram antibiotik vancomycin) dan kontrol negatif (cakram yang ditetesi etanol).

A.    Pembuatan Ekstrak Buah Mahkota Dewa
Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan ekstrak ini adalah botol timbang, rotary evaporator (Eyela n-1200), pisau, ayakan 40 mesh (Retsch), neraca analitik (Adam), oven (binder), moisture analyzer (Shimadzu), spatula, alat-alat gelas, kertas saring bebas abu (whatmaan ashless), vacum gas (gast), penyaring buchner, serbuk halus buah mahkota dewa dan etanol 95%.
Buah mahkota dewa yang segar dan berwarna merah sebanyak 3500 gram dicuci bersih, ditimbang, lalu diiris halus dan dikeringkan dengan cara didiamkan pada suhu kamar. Sampel kering sebanyak 520 gram kemudian diblender sampai menjadi serbuk. Serbuk buah mahkota dewa diayak hingga diperoleh serbuk berukuran 40 mesh. Serbuk buah mahkota dewa sebanyak 236 gram dimaserasi menggunakan 2,5 liter etanol pada suhu kamar selama 1 hari. Hasil maserasi selanjutnya disaring sehingga diperoleh ekstrak cair etanol tahap 1. Kemudian ampas dikeringkan pada suhu kamar selama 1 hari. Ampas yang telah dikeringkan diremaserasi dengan 2,5 liter etanol pada suhu kamar selama 1 hari. Hasil maserasi selanjutnya disaring sehingga diperoleh ekstrak cair etanol tahap 2. Kemudian ampas dikeringkan pada suhu kamar selama 1 hari. Ampas yang telah dikeringkan diremaserasi kembali dengan 2,5 liter etanol. Hasil maserasi selanjutnya disaring dan diperoleh ekstrak cair etanol berwarna bening. Ekstrak cair yang diperoleh pada tahap ekstraksi didiamkan 1 hari dan dilanjutkan pengentalan ekstrak menggunakan rotary evaporator (80 rpm, 45 oC, 0,62 bar).

B.      Uji Identifikasi Fitokimia
Alat dan bahan yang digunakan untuk mengidentifikasi ekstrak buah mahkota dewa adalah tabung reaksi, penjepit tabung, pipet tetes, gelas ukur, tabung spiritus, cawan penguap, akuades, metanol 10 ml, etanol, kloroform, asam asetat anhidrat, asam sulfat, HCl 2N dan FeCl3.
Uji identifikasi fitokimia terhadap ekstrak buah mahkota dewa meliputi pemeriksaan alkaloid, terpenoid, steroid, fenolik, flavonoid dan saponin.21 Uji identifikasi alkaloid dilakukan dengan cara sebagai berikut. Sebanyak 2 ml larutan ekstrak uji diuapkan di atas cawan porselin hingga didapat residu. Residu kemudian dilarutkan dengan 5 ml HCl 2N. Larutan yang didapat kemudian dibagi ke dalam lima tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan dengan asam encer yang berfungsi sebagai blanko. Tabung kedua ditambahkan pereaksi Dragendorf sebanyak 3 tetes. Tabung ketiga ditambahkan pereaksi Mayer sebanyak 3 tetes. Tabung keempat ditambahkan pereaksi Wagner sebanyak 3 tetes. Tabung kelima ditambahkan pereaksi Bouchardat sebanyak 3 tetes. Terbentuknya endapan jingga pada tabung kedua dan endapan kuning pada tabung ketiga menunjukan adanya alkaloid.
Identifikasi terpenoid dan steroid dilakukan dengan cara sebagai berikut. Sebanyak 2 ml larutan uji diuapkan dalam cawan penguap. Residu dilarutkan dengan 0,5 ml kloroform, kemudian ditambahkan 0,5 ml asam asetat anhidrat. Selanjutnya ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Terbentuknya cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menunjukan adanya terpenoid, sedangkan bila muncul cincin biru kehijauan menunjukan adanya steroid. Identifikasi fenolik dilakukan dengan cara sebagai berikut. Sebanyak 2 ml larutan uji ditambahkan 3 tetes FeCl3 10%. Terbentuk warna hitam pekat menunjukan adanya fenolik.
Identifikasi flavonoid dilakukan dengan cara sebagai berikut. Sebanyak 1 ml larutan ekstrak uji diuapkan, dibasahkan sisanya dengan aseton P, ditambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus asam oksalat P, dipanaskan hati-hati di atas tangas air dan dihindari pemanasan berlebihan. Sisa yang diperoleh dicampur dengan 10 ml eter P diamati dengan sinar UV 366. Larutan berflouresensi kuning intensif, menunjukan adanya flavonoid. Identifikasi saponin dilakukan dengan cara sebagai berikut. Sebanyak 2 ml larutan ekstrak uji dalam tabung reaksi ditambahkan dengan 10 ml aquades kemudian dikocok vertikal selama 10 detik. Pembentukan busa setinggi 1–10 cm yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit, menunjukan adanya saponin. Pada penambahan 1 tetes HCl 2N, busa tidak hilang.

C. Uji Spektrofotometri Kadar Flavonoid
Alat dan bahan yang dibutuhkan pada tahap ini adalah              tabung reaksi, corong, labu takar, kertas saring, pipet tetes, mikro pipet, spektrofotometer UV-VIS, ekstrak kental buah mahkota dewa 0,0561 gram, ethanol 50%, AlCl3 2%, standar quercetin dan aluminium foil.
Ekstrak kental buah mahkota dewa sebanyak 0,0561 gram diencerkan dengan menggunakan etanol 50% yang dimasukan ke dalam labu takar, kemudian dihomogenkan. Ekstrak cair mahkota dewa disaring menggunakan kertas saring yang dimasukan ke dalam tabung reaksi. Standar quercetin dipersiapkan sebagai acuan untuk standar uji flavonoid. Berbagai konsentrasi ekstrak cair buah mahkota dewa yang terdiri dari 0%, 10%, 20%, 40%, 60%, 80%, 100% dipersiapkan dengan menggunakan mikro pipet, dimasukan ke masing-masing tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi yang terdiri dari konsentrasi di atas ditetesi dengan etanol 50% dan AlCl3 2% sebanyak 1:1. Pengulangan dipersiapkan sebanyak tiga kali. Kemudian dilakukan inkubasi selama 30 menit. Masing-masing konsentrasi dibaca menggunakan spektrofotometer UV-VIS di panjang gelombang 415 nm (Gambar 4). Hasil masing-masing konsentrasi dijumlahkan dan dirata-ratakan.22,23
Description: D:\bahan bab 1\foto penelitian\New folder\IMG_2279.JPG  Description: D:\bahan bab 1\foto penelitian\New folder\IMG_2286.JPG  Description: D:\bahan bab 1\foto penelitian\New folder\IMG_2291.JPG
             a                                 b                           c
 
 








Gambar 4 Tahapan uji spektrofotometri kandungan flavonoid ekstrak buah mahkota dewa a. Standar Quercetin, b. Ekstrak buah mahkota dewa dalam berbagai konsentrasi, c. Pembacaan dengan menggunakan spektrofotometer


D.      Uji Daya Hambat Ekstrak Buah Mahkota Dewa Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, micropipet, lampu Bunsen, inkubator, timer, oven, tabung reaksi, swab kapas steril, pinset, jangka sorong, gunting, ose bulat, rak tabung reaksi, media Muller Hinton Agar (MHA), standar Mc Farlland 0,5 %, cakram kosong, biakan bakteri Staphylococcus aureus, ekstrak buah mahkota dewa, etanol 95%, cakram antibiotik vancomycin dan NaCl fisiologis.
Cakram kosong disiapkan dan ditetesi ekstrak cair buah mahkota dewa sebanyak 20 mikropipet yang terdiri dari konsentrasi 60%, 70%, 80%, 90%, 100% hingga seluruh cairan meresap ke dalam cakram. Cakram antibiotik vancomycin digunakan untuk kontrol positif. Koloni Staphylococcus aureus dari biakan murni diambil 1–3 ose dan disuspensikan ke dalam tabung yang berisi 5 ml larutan NaCl fisiologis. Suspensi ini dibandingkan dengan standar kekeruhan Mc-Farlland 0,5% dengan cara memegang kedua tabung saling berhimpitan. Suspensi Staphylococcus aureus dengan kepekatan Mc-Farlland 0,5% disiapkan. Swab kapas steril disiapkan dan dicelupkan ke dalam suspensi bakteri. Setelah suspensi bakteri meresap, swab kapas steril diangkat dan diperas dengan cara menekankan pada dinding tabung bagian dalam sambil diputar-putar. Swab kapas yang telah dicelupkan tadi digores-goreskan pada permukaan media Muller Hinton Agar (MHA) sampai seluruh permukaan tertutup rapat dengan gores-goresan. Goresan dilakukan dengan merata. Media Muller Hinton Agar didiamkan selama 5–15 menit agar suspensi bakteri meresap ke dalam media.
Masing-masing cakram yang telah kering kemudian ditempelkan pada permukaan media Muller Hinton Agar yang sudah digoreskan suspensi bakteri sedikit ditekan dengan pinset sampai melekat sempurna. Kontrol positif dan negatif ditempelkan pada media Muller Hinton Agar sesuai dengan jumlah pengulangan sampel.            Jarak antara cakram satu dengan cakram lain minimal 15 mm dan cakram yang telah ditempelkan pada permukaan media tidak boleh dipindahkan atau digeser. Media yang telah ditanami cakram diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam dengan posisi terbalik. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam masa inkubasi. Daerah bening merupakan petunjuk kepekaan bakteri terhadap bahan antibakteri yang digunakan sebagai bahan uji. Daerah ini dinyatakan dengan lebar diameter zona hambat, dihitung dalam satuan millimeter (mm) menggunakan jangka sorong (Gambar 5).24

Description: D:\bahan bab 1\foto penelitian\New folder\IMG_2351.JPG  Description: D:\bahan bab 1\foto penelitian\IMG_2261.JPG  Description: D:\bahan bab 1\foto penelitian\New folder\IMG_2313.JPG
                  a                                     b                                        c
 
 

   







Gambar 5 Tahapan uji daya hambat ekstrak buah mahkota dewa terhadap Staphylococcus aureus a. Inkubasi, b. Zona bening yang terbentuk, c. Pengukuran zona bening

Diameter tersebut kemudian dikategorikan kekuatan antibakterinya berdasarkan penggolongan Davis dan Stout, yaitu sebagai berikut: diameter zona bening ≥20 mm termasuk daya hambat sangat kuat; diameter zona bening 10–20 mm termasuk daya hambat kuat; diameter zona bening 5–10 mm termasuk daya hambat sedang dan diameter zona bening 2–5 mm termasuk daya hambat lemah.

HASIL DAN DISKUSI
1.       Ekstraksi Buah Mahkota Dewa
Ekstraksi buah mahkota dewa dengan menggunakan teknik maserasi didapatkan ekstrak kental buah mahkota dewa. Kemudian dilakukan pengenceran dengan menggunakan etanol 95% sehingga didapatkan ekstrak buah mahkota dewa berwarna kecoklatan. Ekstrak disimpan di dalam botol kaca yang tertutup dan disimpan di lemari pendingin dengan suhu 2–8 oC (Gambar 6).

Description: D:\bahan bab 1\foto penelitian\IMG_1939.JPG
Gambar 6 Ekstrak buah mahkota dewa

2. Uji Identifikasi Fitokimia
Kandungan zat aktif buah buah mahkota dewa dapat diketahui dari perubahan warna yang terjadi (Gambar 7). Selanjutnya Tabel 1 menunjukkan bahwa zat aktif yang terkandung dalam ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) adalah flavonoid, alkaloid, steroid dan fenolik.
Description: D:\bahan bab 1\foto penelitian\IMG_2024.JPG  Description: D:\bahan bab 1\foto penelitian\IMG_2031.JPG  Description: D:\bahan bab 1\foto penelitian\IMG_2027.JPG
                    a                                          b                          c                  
Description: D:\bahan bab 1\foto penelitian\IMG_2030.JPG  Description: D:\bahan bab 1\foto penelitian\IMG_2301.JPG
                              d                                      e
 
 



















Gambar 7 a. Larutan Alkaloid, b.Larutan Steroid, c. Larutan Fenolik, d. Larutan Flavonoid, e. Larutan Saponin

Tabel 1 Hasil Skrining Uji Fitokimia Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)
Zat Aktif
Metode Pengujian
Pengamatan
Hasil
Flavonoid
Pew
terbentuk warna kuning intensif
+
Alkaloid
Wagner
terbentuk endapan kuning
+
Terpenoid
Liebarmann-Burchard
tidak terbentuk cincin kecoklatan
-
Saponin
HCL 2N
tidak terbentuk busa stabil
-
Steroid
Liebarmann-Burchard
terbentuk cincin biru kehijauan
+
Fenolik
FeCl3
terbentuk warna hitam pekat
+

Uji identifikasi fitokimia dari ekstrak buah mahkota dewa menunjukkan kandungan flavonoid, alkaloid, steroid dan fenol. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya25, bahwa kandungan kimia mahkota dewa adalah alkaloid, saponin, flavonoid dan polifenol. Buah mahkota dewa terdiri dari golongan saponin, alkaloid, tanin, flavonoid, fenol, lignan dan minyak atsiri. Sedangkan pada kulitnya mengandung alkaloid, saponin, dan flavonoid. Perbedaan kandungan senyawa kimia yang ada pada daun dan buah mahota dewa menunjukkan perbedaan aktivitas farmakologisnya.26






4. Uji Spektrofotometri Kandungan Flavonoid Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa)

Tabel 2 Hasil Perhitungan Kadar Flavonoid Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)
No.
Konsentrasi
(%)
Absorbansi
Kadar
flavonoid
(%)
1
0
0,000

2
10
0,100

3
20
0,256

4
40
0,474

5
60
0,674

6
80
1,016

7
100
1,288
3,41

Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar flavonoid yang terdapat pada ekstrak buah mahkota dewa sebesar 3,41% yang didapat dengan menjumlahkan absorbansi serta merata-ratakan. Dari empat kandungan zat aktif di atas yang berpotensi sebagai antibakteri paling besar adalah flavonoid. Karena selain flavonoid merupakan golongan fenol terbesar, berdasarkan hasil uji spektrofotometri didapatkan kandungan flavonoid yang tinggi yaitu 3,41%. 

5. Uji Daya Hambat Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap Staphylococcus aureus
Description: D:\bahan bab 1\foto penelitian\IMG_2248.JPG   Description: D:\bahan bab 1\foto penelitian\IMG_2250.JPG
                        a                                                b                         
 
Suspensi Staphylococcus aureus dibuat dari koloni yang tumbuh pada media Muller Hinton Agar. Dari koloni tersebut diambil 1–3 ose dimasukkan ke dalam media NaCl 0,9%, dibuat kekeruhan setara dengan 0,5 Mac-Farland. Lidi kapas steril dicelupkan ke dalam suspensi tersebut dan diperas pada dinding tabung supaya cairan yang diambil tidak berlebihan. Kemudian dioleskan secara merata pada media Muller Hinton Agar. Secara menyeluruh dapat dilihat pada Gambar 8.








Gambar 8  Pembuatan Suspensi Staphylococcus aureus a. Proses pembuatan kekeruhan, b. Pengolesan secara merata pada media
Tabel 3 Uji Anova Kelompok Perlakuan
No.
Konsentrasi
(%)
 n
Rerata
ρ
1
60
4
0
0,000
2
70
4
3,25
3
80
4
6,50
4
90
4
6,75
5
100
4
8,00

Tabel 3 menunjukkan bahwa ekstrak buah mahkota dewa konsentrasi 60% belum memiliki efek anti bakteri terhadap Staphylococcus aureus. Efek anti bakteri baru terlihat pada konsentrasi 70%. Konsentrasi 80% dan 90% memiliki zona hambat dua kali lebih besar daripada konsentrasi 70%. Berdasarkan diameter zona hambat penggolongan Davis and Stout maka dapat dikatakan bahwa kekuatan daya hambat ekstrak buah mahkota dewa adalah sedang. Penelitian sebelumnya27 menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa antibakteri yang terkandung di dalam suatu ekstrak, makin besar konsentrasi ekstrak buah mahkota dewa semakin rendah pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Berdasarkan hasil uji spektrofotometri kadar flavonoid ekstrak buah mahkota dewa dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar flavonoid dalam ekstrak buah mahkota dewa semakin besar daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi kecil. Dari uji Anova didapatkan nilai signifikansi 0,000 (ρ<0,05) yang berarti bahwa terdapat perbedaan bermakna secara statistik antar kelompok perlakuan. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar rata-rata kelompok konsentrasi secara lebih spesifik, dilakukan uji post hoc yaitu uji LSD (Less Significance Difference).

Tabel 4 Uji Post Hoc (LSD) Ekstrak Buah Mahkota Dewa
Klp
2
3
4
5
2

0,018
0,012
0,001
3
0,018

0,840*
0,237*
4
0,012
0,840*

0,321*
5
0,001
0,237*
0,321*


Tabel 4 menunjukkan bahwa daya hambat minimal ekstrak buah mahkota dewa konsentrasi 70% terhadap Staphylococcus aureus dengan menggunakan metode Kirby-bauer berbeda bermakna dengan kelompok lainnya (ρ<0,05) dan tidak ada perbedaan yang bermakna pada konsentrasi 80–100%. Tabel 4 menunjukkan bahwa ekstrak buah mahkota dewa konsentrasi 70% efektif sebagai anti bakteri terhadap Staphylococcus aureus.
Efektivitas antibakteri buah mahkota dewa dibuktikan dengan adanya kandungan berupa flavonoid, alkaloid, steroid dan fenol. Masing-masing komponen bekerja dengan mekanisme sendiri. Penelitian sebelumnya28, ekstrak etanol buah mahkota dewa memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Fusobacterium nucleatum dengan nilai kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM) 3,125%. Ekstrak etanol buah mahkota dewa juga memiliki daya antibakteri yang menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans. Efek antibakteri dinilai dari nilai KHM dan KBM yang terdapat pada ekstrak etanol buah mahkota dewa pada konsentrasi 6,25% dengan jumlah koloni 0 Colony Forming Unit (CFU) /ml.28 Hasil penelitian lainnya26, menyebutkan bahwa ekstrak etanol buah mahkota dewa memiliki daya antibakteri serta mampu menghambat pertumbuhan Enterococcus faecalis.    
Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat.29 Flavonoid beperan sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu integritas membran bakteri. Alkaloid merupakan senyawa organik yang berfungsi sebagai detoksifikasi, menetralisir racun di dalam tubuh. Mekanisme kerja antimikroba dari alkaloid dihubungkan dengan kemampuan alkaloid untuk berikatan dengan sel DNA, sehingga mengganggu fungsi sel diikuti dengan pecahnya sel dan diakhiri dengan kematian sel.30 Steroid merupakan golongan dari senyawa triterpenoid yang berperan sebagai antibakteri dan antivirus, tetapi lebih dominan berfungsi sebagai antiinflamasi.
Senyawa golongan fenol berperan sebagai antioksidan, semakin besar kandungan senyawa golongan fenolnya maka semakin besar aktivitas antioksidannya.31 Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid. Fenol merupakan salah satu antiseptik tertua dengan khasiat bakterisidal. Mekanisme kerja fenol sebagai antibakteri adalah meracuni protoplasma, merusak dan menembus dinding serta mengendapkan protein sel bakteri. Senyawa fenolik bermolekul besar mampu menginaktifkan enzim esensial di dalam sel bakteri meskipun dalam konsentrasi sangat rendah. Fenol dapat menyebabkan kerusakan sel bakteri, denaturasi protein, menginaktifkan enzim dan menyebabkan kebocoran sel.

SIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) konsentrasi 70% efektif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Efektivitas ekstrak buah mahkota dewa dipengaruhi oleh kemampuan kandungan zat aktif flavanoid melisis sel bakteri.

DAFTAR PUSTAKA
1.       Robinson DP. Tooth Extraction. Oxford: Wright; 2005.
2.       Peterson JL. Oral and Maxillofacial Surgery, 4th ed. St.Louis: The CV. Mosby Co; 2003.
3.       Kaye D. Endocarditis Infeksiosa. Dalam: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam (Harrison’s Principles of Internal Medicine), 13th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995.
4.       Locksley RM. Infeksi Stafilokokus. Dalam: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam (Harrison’s Principles of Internal Medicine), 13th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995.
5.       Lukman SR. Uji daya hambat ekstrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica) terhadap pertumbuhan staphylococcus aureus secara in vitro. Skripsi. Universitas Hasanuddin Makassar; 2013.
6.       Wijaya S. dan Nopriansyah H. Uji in vitro efek antibakteri ekstrak daging muda buah mahkota dewa (phaleria macrocarpa) terhadap klebsiella pneumoniae. Skripsi. Universitas Sriwijaya; 2010.
7.       Soeksmanto A, Hapsari Y dan Simanjuntak P. Kandungan antioksidan pada beberapa bagian tanaman mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). J Biodeversitas 2007; 08(2): h. 92-95.
8.       Boris RP, Blasko G dan Cordell GA. Enopharmacologic and phytochemical studies of the Thymelaeaceae, J Etnopharmacology 1988; 24(41).
9.       Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA, Brooks GF, Butel JS dan Ornston LN. Mikrobiolgi Kedokteran, 20th ed, Nugroho dan R. Maulany(Penterjemah): Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995.
10.    Fischetti AV, Novick RP, Ferreti JJ, Portnoy DA dan Rood JI. Gram Positif. Washington DC: ASM Press; 2000.
11.    Warsa UC. Sthapylococcus. Dalam: Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara; 1994.
12.    Lowy FD. Staphylococcus aureus infections. J. Med 1998 339(520).
13.    Jawetz E, Melnik J dan Adelberg E. Mikrobiologi Kedokteran, 20th ed. Edi Nugroho dan Maulany RF (Penterjemah). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; 2001.
14.    Lynch MA. Disease of the Cardiovascular System. DalamOral Medicine: diagnosis and treatment, Burket Lester W. 9th ed. Philadelphia Montreal: JB Lippincott Co; 1994.
15.    Soeparman. Ilmu Penyakit Dalam 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1997.
16.    Sonis ST, Fazio RC dan Fang L. Principle and Practice of Oral Medicine. Philadelphia: WB Saunders Co; 1995.
17.    Manganti I. Resep Ampuh Tanaman Obat Untuk Menurunkan Kolesterol dan Mengobati Asam Urat, Araska, 2011: h. 110.
18.    Suryani L dan Stepriyani S. Daya antibakteri infusa daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli. J Mutiara Medika 2007; 5(1): h. 23–28.
19.    Fatimah C. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) Secara in vitro dan Efek Penyembuhan Sediaan Salap Terhadap Luka Buatan Kulit Marmut yang Diinfeksi. Tesis: Universitas Sumatera Utara, Medan; 2004.
20.    Hanafiah AK. Rancangan Percobaan, 2nd ed. Jakarta: Raja Grafindo Persada; 2001.
21.    Setyowati WAE, Ariani SRD, Ashadi, Mulyani B, Rahmawati CP. Skrining fitokimia dan identifikasi komonen utama ekstrak methanol kulit durian (Durio zibethinus Murr.) varietas petruk. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia VI, Surakarta; 2014.
22.    Perwiratami C, Suzery M dan Cahyono B. Korelasi fenolat total dan flavonoid total dengan antioksidan dari beberapa beberapa sediaan ekstrak buah tanjung (Mimusops elengi). J Chem. Prog. 2014; 7(1).
23.    Rohman A, Riyanto S dan Hidayati NK. Aktivitas antioksidan, kandungan fenolik total dan flavonoid total daun mengkudu (Morinda citrifolia L), J Agritech 2007; 23(4).
24.    Karsinah Lucky HM, Suharto dan Mardiastuti HW. Batang Negatif Gram. Dalam: Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Bina Rupa Aksara; 1994.
25.    Soeksmanto A. Pengaruh ekstrak butanol buah tua mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap jaringan ginjal mencit (Mus musculus). J Biodiversitas 2006; 7(3): h. 278-281.
26.    Aswal D dan Beatrice L. Efek antibakteri ekstrak buah mahkota dewa terhadap enterococcus faecalis sebagai medikamen saluran akar, J Dentika Dental 2010; 15(1): h. 32-36.
27.    Hayati K. Efek Antibakteri Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap Staphylococus aureus yang Diisolasi dari Denture Stomatitis (Penelitian In Vitro). Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan. 2009.
28.    Siregar B. Daya Antibakteri Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans (in vitro). Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan; 2011.
29.    Rohyami Y. Penentuan kandungan flavonoid dari ekstrak methanol daging buah mahkota dewa. J Logika 2008; 5(1): h. 1-16.
30.    Kere M. Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) Terhadap Fusobacterium nucleatum sebagai bahan medikamen Saluran Akar Secara in vitro. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan; 2011.
31.    Jawetz E, Melnik J dan Adelberg E. Mikrobiologi Kedokteran, 23th ed; H Hartanto (Penterjemah); Jakarta: EGC; 2007.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar