ABSTRACT
Dental
caries is an endemic disease that high prevalence and severity. Bacteria, such
as Streptococcus mutans are the flora of the mouth, potentially cause caries by
producing acid that could demineralize enamel of the tooth. The aim of the
study wasw to prove the decreasing of the Streptococcus mutans by rinsing 10-days fermented kombucha tea. The design of
this study was experimental Randomized
pretest and posttest. These research
used two groups:each groups contain 13 subjects. One group as a control and one group as a treatment group. The control group rinsed
with sterile distilled water and the treatment group rinsed with 10-days
fermented kombucha tea. Datas were analized with paired T-test.
Result showed that mean of S. mutans bacteria after treated (rinse
10-days fermented kombucha tea) significantly
decreased (p <0.05). It was concluded that
rinsing with 10-days fermented kombucha tea could
decrease number of Streptococcus mutans. Further research was needed to determine
the mechanism of kombucha tea.
Keywords: kombucha tea, Streptococcus
mutans, caries
PENDAHULUAN
Karies gigi merupakan kerusakan dari
jaringan kalsium yang disebabkan oleh aksi dari mikroorganisme dalam
memfermentasi karbohidrat. Hal itu ditandai oleh demineralisasi dari mineral
enamel dan dentin diikuti oleh disintegrasi material organik. Lesi yang
mendekati pulpa, dapat menyebabkan reaksi dari dentin dan pulpa. Jika ada
invasi bakteri ke dalam pulpa, dapat menyebabkan kematian pulpa. Pulpa yang
nekrotik akan menyebabkan beberapa perubahan pada jaringan periapikal.1
Bakteri yang merupakan flora dalam mulut dapat
berpotensi menyebabkan karies dengan menghasilkan produk asam yang mampu
mendemineralisasi email gigi. Untuk memperlihatkan bakteri yang spesifik dalam
karies gigi sangatlah sulit karena menunjukkkan kompleksitas dan variabelitas
plak flora. Lactobacilus merupakan flora normal pada manusia, hewan,
bagian hijau tumbuhan, makanan, hasil peternakan terutama yang mengandung susu
dan hasil fermentasi. Pada manusia terdapat pada mulut, vagina, dan usus
manusia, spesies yang paling sering ditemukan pada rongga mulut yaitu: L.casei,
L.fermentum, dan L.brevis. Bakteri Lactobacilus berhungan erat
dengan karies gigi setelah bakteri kariogenik lain yaitu Streptococcus
mutans, merupakan spesies bakteri yang paling dominan dalam mulut sebagai
bakteri penyebab utama
terjadinya karies gigi. Bakteri Streptococcus mutans selalu ada dalam setiap
keadaan karies (Loesche,1986), dan Lactobacilus berperan dalam proses kelanjutan
dan perkembangan karies,sehingga bakteri ini telah menjadi target utama dalam
upaya mencegah terjadinya karies gigi.2
Kombucha adalah jamur teh yang berasal dari Asia Timur dan
tersebar ke Jerman melalui Rusia sekitar abad ke- 20, sebagai penyembuh
berbagai macam penyakit. Jamur kombucha
merupakan membran jaringan jamur yang bersifat gelatinoid dan liat, serta
berbentuk piringan datar. Kombucha hidup
dalam jaringan nutrisi teh-gula yang tumbuh dengan cara germinasi. Pada
mulanya, piringan jamur tumbuh meluas pada permukaan teh lalu menebal. Bila
dirawat secara benar, jamur ini akan tumbuh pesat dan sehat. Kombucha tea (teh
kombucha) merupakan produk minuman
tradisional hasil fermentasi larutan teh dan gula dengan menggunakan starter mikroba kombucha (Acetobacter xylium dan beberapa jenis khamir) dan
difermentasi 8-12 hari.3 Penelitian sebelumnya (Rahayu, 2009)
tentang uji anti jamur kombucha coffe
terhadap Candida albicans dan Trycophiton mentagrophytes,
menunjukkan bahwa Kombucha Coffee mempunyai potensi antijamur terhadap Tricophyton
mentagrophytes dan Candida albicans.4 Dari penelitian pendahuluan yang peneliti lakukan
secara in vitro, kombucha fermentasi 10 hari mempunyai daya hambat lebih besar
daripada kombucha fermentasi 14 hari
terhadap bakteri S.mutans. Penelitian selanjutnya menunjukkan 15 menit
setelah berkumur kombucha tea dapat menurunkan jumlah bakteri S.mutans.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas kombucha tea dalam
menurunkan jumlah bakteri S. mutans sehingga dapat mencegah terjadinya karies.
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini antara lain: Starter Kombucha,
teh hitam, dan gula pasir untuk membuat kombucha
tea, media Muller Hinton Blood
(MHB), Latex Streptococcal Grouping Kit merk Oxoid, NaCl, Methyl red,
Gentian violet dan Oil Immersi.
Rancangan penelitian adalah penelitian
eksperimental Randomized pretest-posttest
control group design. Sampel adalah penderita karies dengan DMF-T> 3,
berusia 15-40 tahun, yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 13 orang. Kelompok Perlakuan
adalah sampel yang berkumur menggunakan kombucha
tea, dan kelompok Kontrol adalah sampel yang berkumur menggunakan akuades
steril.
Pembuatan Kombucha tea
Pembuatan kombucha tea dengan menggunakan starter
kombucha, satu liter air dipanaskan hingga mendidih dalam wadah stainless steel, kemudian dituangkan
gula pasir 100 gr. Selanjutnya dimasukkan
2 kantong teh celup ke dalamnya, dibiarkan sekitar 15 menit hingga teh
larut. Teh disaring dengan penyaring kain atau yang terbuat dari Stainless steel dan dimasukkan ke dalam
wadah yang terbuat dari kaca yang sudah disterilkan. Setelah teh dingin,
ditambahkan Starter Kombucha yang
berbentuk padat dan cairan yang berasal dari fermentasi sebelumnya sebanyak
10%. Bagian atas wadah ditututp dengan kain kasa steril yang diikat dengan karet gelang untuk
memberikan oksigen dalam jumlah kecil (mikroaerofilik). Selanjutnya diinkubasi
selama10 hari dalam suhu ruangan. Suhu optimal adalah 23–27 oC,
terhindar dari sinar matahari serta bebas goncangan atau getaran. Setelah
fermentasi selesai, saring teh hasil fermentasi dimasukkan dalam botol yang
bersih dan steril dan disimpan dalam lemari es
untuk menghindari fermentasi lanjutan.
Protokol
Penelitian
Sampel menyikat gigi sesuai dengan kebiasaan sampel
untuk menghomogenkan sampel. Setelah 5 menit dengan tujuan untuk menetralkan
kembali kondisi rongga mulut, dilakukan pengambilan sampel dengan tehnik swab,
dari bagian bukal gigi molar atas turun ke mukosa bukal dilanjutkan bagian
bukal gigi molar bawah kiri dan kanan. Hasil swab dimasukkan ke media Triptase Soy Broth (TSB). Pada kelompok
perlakuan, subyek berkumur dengan kombucha tea dan pada kelompok kontrol
berkumur dengan akuades steril. Berkumur dilakukan selama 30 detik
dengan tehnik berkumur yang benar. Setelah berkumur,
subyek tidak makan dan minum selama pengambilan sampel. Setelah 15 menit, dilakukan
pengambilan sampel dengan tehnik swab, dari bagian bukal gigi molar atas turun
ke mukosas bukal dilanjutkan bagian bukal gigi molar bawah kiri dan kanan. Hasil
swab dimasukkan ke media TSB, dan segera dibawa ke laboratorium mikrobiologi
untuk diproses lebih lanjut.
Pembiakan Bakteri
Cara yang paling umum digunakan untuk
menghitung jumlah bakteri adalah dengan pengenceran. Dibuat seri pengenceran 10-1–10-5.
Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml pada media TSB menggunakan
mikro pipet steril dimasukkan ke dalam tabung 9 ml NaCl seri pengenceran 10-1.
Setelah sampel masuk lalu dihomogenkan dengan menarik dan melepaskan pipet
tersebut secara berulang–ulang. Selanjutnya diambil lagi sebanyak 1 ml dari
tabung 10-1 dan dipindahkan ke tabung 10-2 secara asepsis
dan dihomogenkan kembali dengan cara menarik dan melepas pipet tersebut. Hal
terebut terus dilakukan sampai pada pengenceran 10-5. Setiap tingkat
pengenceran digunakan pipet yang baru sehingga hasil benar-benar akurat,
kemudian ditanam pada media agar Mueller-Hinton Blood. Media tersebut diinkubasi pada suhu
37 oC, hasil pembiakan dilihat 2 x 24 jam. Penghitungan jumlah bakteri dihitung secara
manual dari koloni bakteri yang tumbuh dengan menggunakan colony counter.
Beri tanda pada dasar petri dan dihitung jumlah koloni dengan mengalikan faktor
pengenceran. Koloni yang tumbuh diidentifikasi dengan pewarnaan Gram untuk
memastikan bahwa koloni tersebut adalah Streptococcus. Setelah
memastikan koloni tersebut adalah Streptococcus, kemudian dibuat
subkultur untuk mendapatkan koloni Streptococcus yang murni. Koloni
bakteri yang murni tersebut digunakan pada uji katalase, uji latex dan uji
biokimia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data koloni bakteri rongga mulut, jumlah bakteri S.mutans,
dan pH saliva sebelum dan sesudah perlakuan diuji normalitasnya dengan
menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa data koloni
bakteri rongga mulut kedua kelompok tidak berdistribusi normal, namun sesudah
dilakukan transformasi data dalam bentuk log distribusinya menjadi normal
(p>0,05). Uji homogenitas dengan menggunakan Levene’s
test.
Selanjutnya dilakukan analisis komparabilitas yang bertujuan
untuk membuktikan perbandingan rerata koloni Streptococcus mutans antar kelompok sebelum dan sesudah
diberikan
perlakuan. Berkumur akuades pada kelompok
kontrol, dan berkumur kombucha tea
hasil fermentasi 10 hari pada kelompok perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan
uji t-independent disajikan pada Tabel 1.
Tabel
1 Perbedaan rerata jumlah bakteri S.mutans
antar kelompok sebelum dan
sesudah perlakuan (n=13)
Klp
|
Pre
(CFU/ml)
|
Post
(CFU/ml)
|
t
|
p
|
K
|
6131,38±3717,74
|
6176,46±4456,28
|
0,025
|
0,980
|
P
|
4348,92±2132,37
|
2093,08±1754,15
|
2,924
|
0,013
|
Ket: K (Kontrol): sampel yang berkumur
menggunakan akuades steril; P(Perlakuan): sampel yang berkumur
menggunakan kombucha tea
Tabel 1
menunjukkan bahwa rerata jumlah
bakteri Streptococcus mutans kelompok kontrol adalah 6176,46±4456,28
CFU/ml dan rerata kelompok berkumur kombucha
tea hasil fermentasi 10 hari adalah 2093,08±1754,15CFU/ml.
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa dengan uji t-paired didapatkan masing-masing nilai t=
0,025 dan t= 2,924 dengan nilai
kemaknaan masing-masing yaitu nilai p=
0,980 dan nilai p= 0,013. Hal ini
berarti bahwa rerata koloni
Streptococcus pada kelompok kontrol tidak berbeda bermakna (p>0,05) sedangkan kelompok
perlakuan antara sebelum dengan sesudah diberikan perlakuan berbeda bermakna (p<0,05).
Hasil
penelitian ini membuktikan bahwa ada perbedaan bermakna jumlah koloni bakteri
rongga mulut sebelum dan sesudah berkumur kombucha tea hasil fermentasi
10 hari dibandingkan dengan kelompok kontrol sebelum dan sesudah berkumur akuades.
Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi penurunan jumlah bakteri rongga mulut setelah berkumur kombucha tea hasil fermentasi 10 hari.
Penelitian
ini sesuai dengan pendapat Naland (2008); Dufresne dan Farnworsh
(1999), yang menyatakan kombucha berfungsi
sebagai penyembuh terhadap berbagai macam penyakit. Selama proses fermentasi
dan oksidasi berlangsung pada kombucha,
terjadi bermacam-macam reaksi pada larutan teh manis secara asimilatif dan
disimilatif. Jamur teh memakan gula, dan sebagai gantinya jamur memproduksi
zat-zat yang bermanfaat dalam minuman
tersebut seperti asam glukorunat, asam laktat, vitamin, asam amino, antibiotik,
serta zat-zat lain.5,6
Naland (2008), menyatakan
bahwa kandungan kimia yang terdapat pada kombucha antara lain vitamin B1
(Tiamin), B2 (Riboflavin), B3 (Niasin), B6 (Piridoksin), B12 (Sianokobalamin),
B15 dan vitamin C, asam folat, asam glukoronat, asam asetat, asam laktat, asam
amino, enzim, serta antibiotik. Kandungan asam glukoronat dalam kombucha tea mampu membentuk sistem
pertahanan tubuh dengan mengikat toxin (racun) yang selanjutnya akan
dikeluarkan oleh tubuh. Sklenar (1964) dan Frank (1996) menyatakan bahwa
kombinasi asam laktat dan asam glukoronat
dalam kombucha sangat efektif
menghancurkan mikroorganisme yang merusak seperti bakteri, virus dan jamur
serta membuang kotoran dan racun dalam tubuh, sehingga dengan meminum kombucha maka mikroorganisme yang merugikan
dalam tubuh dapat dikurangi.6
Milanda dkk. (2005), meneliti isolasi
dan identifikasi salah satu senyawa fraksi kombucha
dengan aktifitas antibakteri terbesar terhadap Salmonela typhi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teh kombucha memberikan aktifitas
antibakteri yaitu fraksi etil asetat.7 Peneliti selanjutnya oleh Aryadnyani
(2010), menunjukkan bahwa peningkatan waktu fermentasi kombucha tea akan meningkatkan daya hambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli secara in vitro, dan sebagai hasilnya kombucha dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli.8
Kombucha dalam hasil fermentasinya mengandung asam asetat dan asam laktat.
Penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2007), bahwa asam asetat dan asam
laktat mampu menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella
sp pada karkas ayam.9 Pada penelitian Lb. pantarum kik dan MAG minyak kelapa yang mengandung senyawa asam
asetat, asam laktat, asam sitrat, terhadap
bakteri gram positif (L. monocytogenes
dan B. cereus) dan bakteri gram
negatif (S. Typhirium), terjadi lisis
pada dinding sel yang ditandai dengan pelepasan ion Ca2+ dan
kebocoran membran sel dengan pelepasan protein, asam nukleat, dan ion K+ ke lingkungan.9
Ultee (1998), menyatakan
bahwa ion K+ merupakan kation utama yang terkandung dalam sitoplasma
pada sel yang sedang tumbuh, sedangkan ion
Ca2+ dan Mg2+
terdapat di bagian sitosol yaitu cairan sitoplasma. Kedua jenis ion ini juga
ditemukan pada dinding sel yang turut berperan dalam aktifitas enzim. Ion K+
memiliki peran dalam mengaktifasi enzim sitoplasma, menjaga tekanan
turgor, serta mengatur pH sitoplasma. Ion Ca2+ dan Mg2+
berfungsi menghubungkan lipopolisakarida (LPS) pada dinding sel bakteri gram
negatif dan pada bakteri gram positif. ion Ca2+ dan Mg2+ juga
berfungsi menghubungkan asam teikoat sebagai penyusun peptidoglikan.9
Uji fitokimia yang dilakukan
penulis terhadap kombucha tea hasil
fermentasi 10 hari, menunjukkan adanya senyawa triterpenoid, alkaloid, fenolat, tannin, saponin dan flavonoid.
Streptococcus
mutans
merupakan bakteri gram positif yang dapat
menghasilkan polisakarida permukaan yang spesifik (10-50% dari dinding sel) dan
protein yang berhubungan dengan peptidoglikan. Dinding sel bakteri gram positif
mempunyai peptidoglikan yang tebal dibandingkan bakteri gram negatif. Polisakarida
yang sangat dikenal adalah asam teikoat. Bakteri ini tahan tehadap suasana asam
dalam lingkungannya.10
Streptococcus
mutans
merupakan agen penyebab utama karies pada manusia.Kemampuan bakteri ini melekat
pada permukaan gigi merupakan hal terpenting bagi perkembangan karies. Sukrosa
dari makanan dapat digunakan Streptococcus
mutans untuk meningkatkan koloninya dalam rongga mulut. Streptococcus mutans mempunyai dua enzim
pada dinding selnya yang dapat membentuk dua macam polisakarida ekstraseluler
dari sukrosa. Fruktosa (levan) dihidrolisis oleh enzim
fructosyltransferase dan glukosa (dekstran) dihidrolisis oleh enzim glucosyltransferase.
Patogenesis Streptococcus mutans
terjadi melalui erosi hidroksiapatit seperti mineral
dari enamel oleh asam laktat yang merupakan hasil akhir metabolik dari
pertumbuhan bakteri.11
Tannin merupakan senyawa polifenol berukuran besar yang mengandung
banyak gugus hidroksil dan gugus lain seperti karboksil untuk membentuk
perikatan kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul yang lain, berasal
dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat.12 Tannin memiliki aktivitas antibakteri dengan
cara merusak membran sel bakteri. Senyawa astringen tanin dapat menginduksi
pembentukan kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau subtrat mikroba dan
pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah
daya toksisitas tanin itu sendiri. Mekanisme kerja senyawa tanin dalam
menghambat sel bakteriadalah dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri,
menghambat fungsi selaput sel (transpor zat dari sel satu ke sel yang lain) dan
menghambat sintesis asam nukleat sehingga pertumbuhan bakteri dapat terhambat.13
Senyawa flavonoid termasuk dalam senyawa
fenolik dengan struktur kimia C6C3C6. Kerangka
flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatic B dan
cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen. Bentuk teroksidasi
cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid ke dalam sub kelompoknya. Mekanisme
penghambatan flavonoid terhadap pertumbuhan bakteri diduga karena kemampuan
senyawa tersebut membentuk komplek dengan protein ekstraseluler, mengaktivasi
enzim dan merusak membran sel. Pada umumnya senyawa flavonoid dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif. Flavonoid dapat berfungsi
sebagai bahan antimikroba dengan membentuk ikatan komplek dengan dinding sel
dan merusak membran. Senyawa ini merupakan antimikroba karena kemampuannya
membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler terlarut serta dinding sel
mikroba. Flavonoid yang bersifat lipofilik akan merusak membran mikroba.13
Senyawa triterpenoid memiliki kerangka
dasar yang terdiri dari enam unit satuan isoprene dan dalam biosintesis
diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualen. Penelitian
yang dilakukan oleh Murdianto (2014), senyawa triterpenoid menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli.14 Hasil penelitian ini sesuai
juga dengan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Sukadana (2008), yang
menunjukkan aktifitas antibakteri senyawa golongan triterpenoid dari
biji papaya (carica papaya L.).15
Senyawa saponin adalah
suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid atau triterpena. Saponin
mempunyai aktifitas farmakologi yang cukup luas diantaranya meliputi: immunomodulator, antitumor, anti inflamasi,
antivirus, anti jamur, dapat membunuh kerang-kerangan, hipoglikemi dan efek hipokolesterol.
Saponin juga mempunyai beranekaragam sifat seperti manis, pahit, berbentuk
buih, dapat menstabilkan emulsi, dapat menyebabkan hemolisis.4 Penelitian yang dilakukan oleh Rosyidah (2010), bahwa
saponin menghambat pertumbuhan S.aureus
dan E.coli.16
Senyawa alkaloid adalah senyawa yang
mengandung basa nitrogen, biasanya dalam bentuk heterosiklik. Alkaloid
terdistribusi luas pada tanaman. Banyak alkaloid merupakan turunan asam amino
lisin, ornitin, fenilalanin, asam nikotin, dan asam antralinat. Alkaloid
diklasifikasikan berdasarkan tipe dasar kimia pada nitrogen yang terkandung
(Mursiti, 2013) Penelitian terhadap alkaloid, bahwa alkaloid mempunyai sifat
antibakteri yaitu terhadap bakteri S.aureus
Pen-, S.aureus Pen+, S.aureus ATCC 25923, S.aureus ATCC 53154, S.carmonum LMG13567, B.cereus LMG 13569, E. faecalis, E. faecalis CIP 103907, Sh. bodii, Sh. flexneri, Sh. dysentriae, Sh. dysentriae CIP54501, Sal.
Thyphi, sal. Parathyphi, E.coli,
E.coli CIp 105182.17
Uji fitokimia pada penelitian ini tidak
dapat menentukan prosentase zat-zat aktif yang terdapat dalam kombucha tea, sehingga tidak diketahui zat
aktif yang paling memegang peranan sebagai antibakteri.
SIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan
hasil penelitian di
atas, berkumur dengan kombucha tea fermentasi 10 hari menurunkan jumlah
koloni bakteri Stertococcus mutans. Perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui
bagaimana mekanisme kombucha tea dapat
menurunkan jumlah koloni bakteri S.mutans.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Kidd
AM, Joyston, Bechal S.
Dasar-Dasar Karies Penyakit dan
Penanggulangannya.
Narlan Sumawinata (Penterjemah), Jakarta: EGC; 1992
2.
Hurlburt
M, Brian MS, Novy, Dauglass. Dental Caries: a pH Mediated
Disease, CDHA journal –winters
2010; h. 9-18
3.
Silaban,
S. Pengaruh Jenis Teh dan lama fermentasi pada Pembuatan Teh kombucha. (Skripsi) Medan: Universitas Sumatra Utara; 2009
4.
Rahayu. Uji
Antijamur Kombucha Coffee terhadap Candida albicans dan Tricophyton mentagrophytes. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro; 2009
5.
Naland
H. Kombucha Teh Dengan Seribu Khasiat.
Agromedia Pustaka. Jakarta: 2008; h. 2-58.
6.
Dufresne
C, Farnworsh, E. Tea, kombucha and Health. Review
Article. Food Research and development Centre Agriculture and agri-food Canada
Elsevier. 1999. 33; h. 409-42.
7. Milanda T,
Susilawati Y, Mutakin IBD. Isolasi dan identifikasi salah satu senyawa dalam
fraksi kombucha dengan aktifitas
antibakteri terbesar tehadap Salmonella typhi. 2005. Farmaka, 3(2); h.
1-10
8. Aryadnyani.
Peningkatan Waktu fermentasi Kombucha Tea
Meningkatkan Daya Hambat Pertumbuhan Bakteri E.Coli Penghasil Extended Beta laktamase (ESBL) Secara In Vitro.
2012. Tesis.Denpasar: Universitas Udayana
9.
Asriani
BL, Sedarnawati IS. Mekanisme Antibakteri Metabolit Lb. pantarum Kik dan
Monogliserol Minyak kelapa terhadap Bakterri Patogen Pangan. Jurnal Teknol dan Industri Pangan 2007; 18(2); h. 152-9
10.
Fardiaz
S. Analisa Kuantitatif Mikrobiologi Pada
Bahan Pangan. Mikrobiologi Pangan I.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 1992
11.
Willett
NP, White RR, and
Rosen W. Essential Dental Microbiology.Connecticut:
Appleton & Lange A Publishing Division of Prentice Hall. 1991; h. 303-8
12.
Hayati
E.K.. Fraksinasi dan Identifikasi
Senyawa Tannin dari Daun belimbing wuluh. Jurnal
Kimia 2010; 4(2) :193-200
13.
Roslizawaty,
Ramadani NY, Fakhruransi, Herrialfian. Aktifitas antibakteri ekstrak etanol
dari rebusan sarang semut (myrmecodia sp)
terhadap bakteri E.coli. Jurnal Medika Veterinaria 7(2). ISSN:
0853-1943. 2013; h. 205-9
14. Murdianto AR,
Fachhriyah E, Kusrini dewi. Isolasi,
identifikasi serta uji aktivitas antibakteri senyawa golongan
triterpenoid dari ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (ten.)
steen) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. E-jurnal s-1. 2014; Undipac.id/
indexphpi/article
15.
Sukadana
IM, Sri-Rahayu, Juliarti. Aktifitas antibakteri senyawa triterpenoid dari biji
pepaya. Jurnal Kimia 2008; 1(2); h. 15-8
16.
Rosyidah
K., Nurmuhaimina S., Astuti, Komasi. Aktifitas antibakteri fraksi saponin dari
kulit batang tumbuhan kasturi. ACCHEMY
1(2), 2010; h. 53-105
17.
Korou
D, Savadogo, Canini, Yamego. Antibacteryal actyvity of alkaloid from sida
acuta. African Journal of
Biotechnology 2005; 4(12); h. 1452-7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar