Minggu, 05 Juni 2016

KUMUR-KUMUR KOMBUCHA TEA MENURUNKAN JUMLAH BAKTERI Streptococcus mutans PADA PENDERITA KARIES

ABSTRACT
Dental caries is an endemic disease that high prevalence and severity. Bacteria, such as Streptococcus mutans are the flora of the mouth, potentially cause caries by producing acid that could demineralize enamel of the tooth. The aim of the study wasw to prove the decreasing of the Streptococcus mutans by rinsing  10-days fermented kombucha tea. The design of this  study was experimental Randomized pretest and posttest. These  research used two groups:each groups contain 13 subjects. One group as  a control and one group as  a treatment group. The control group rinsed with sterile distilled water and the treatment group rinsed with 10-days fermented kombucha tea. Datas were analized with paired T-test. Result showed that mean of  S. mutans bacteria after treated (rinse 10-days fermented kombucha tea) significantly decreased (p <0.05). It was concluded that rinsing with 10-days fermented kombucha tea could decrease number of Streptococcus mutans. Further research was needed to determine the mechanism of kombucha tea.

Keywords: kombucha tea, Streptococcus mutans, caries



PENDAHULUAN
Karies gigi merupakan kerusakan dari jaringan kalsium yang disebabkan oleh aksi dari mikroorganisme dalam memfermentasi karbohidrat. Hal itu ditandai oleh demineralisasi dari mineral enamel dan dentin diikuti oleh disintegrasi material organik. Lesi yang mendekati pulpa, dapat menyebabkan reaksi dari dentin dan pulpa. Jika ada invasi bakteri ke dalam pulpa, dapat menyebabkan kematian pulpa. Pulpa yang nekrotik akan menyebabkan beberapa perubahan pada jaringan periapikal.1
Bakteri yang merupakan flora dalam mulut dapat berpotensi menyebabkan karies dengan menghasilkan produk asam yang mampu mendemineralisasi email gigi. Untuk memperlihatkan bakteri yang spesifik dalam karies gigi sangatlah sulit karena menunjukkkan kompleksitas dan variabelitas plak flora. Lactobacilus merupakan flora normal pada manusia, hewan, bagian hijau tumbuhan, makanan, hasil peternakan terutama yang mengandung susu dan hasil fermentasi. Pada manusia terdapat pada mulut, vagina, dan usus manusia, spesies yang paling sering ditemukan pada rongga mulut yaitu: L.casei, L.fermentum, dan L.brevis. Bakteri Lactobacilus berhungan erat dengan karies gigi setelah bakteri kariogenik lain yaitu Streptococcus mutans, merupakan spesies bakteri yang paling dominan dalam mulut sebagai bakteri penyebab utama terjadinya karies gigi. Bakteri Streptococcus mutans selalu ada dalam setiap keadaan karies (Loesche,1986), dan Lactobacilus berperan dalam proses kelanjutan dan perkembangan karies,sehingga bakteri ini telah menjadi target utama dalam upaya mencegah terjadinya karies gigi.2
Kombucha adalah jamur teh yang berasal dari Asia Timur dan tersebar ke Jerman melalui Rusia sekitar abad ke- 20, sebagai penyembuh berbagai macam penyakit. Jamur kombucha merupakan membran jaringan jamur yang bersifat gelatinoid dan liat, serta berbentuk piringan datar. Kombucha hidup dalam jaringan nutrisi teh-gula yang tumbuh dengan cara germinasi. Pada mulanya, piringan jamur tumbuh meluas pada permukaan teh lalu menebal. Bila dirawat secara benar, jamur ini akan tumbuh pesat dan sehat. Kombucha tea (teh kombucha) merupakan produk minuman tradisional hasil fermentasi larutan teh dan gula dengan menggunakan starter mikroba kombucha (Acetobacter xylium dan beberapa jenis khamir) dan difermentasi 8-12 hari.3 Penelitian sebelumnya (Rahayu, 2009) tentang uji anti jamur kombucha coffe terhadap Candida albicans dan Trycophiton mentagrophytes, menunjukkan bahwa Kombucha Coffee mempunyai potensi antijamur terhadap Tricophyton mentagrophytes dan Candida albicans.4 Dari penelitian pendahuluan yang peneliti lakukan secara in vitro, kombucha fermentasi 10 hari mempunyai daya hambat lebih besar daripada kombucha fermentasi 14 hari terhadap bakteri S.mutans. Penelitian selanjutnya menunjukkan 15 menit setelah berkumur kombucha tea dapat menurunkan jumlah bakteri S.mutans. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas kombucha tea dalam menurunkan jumlah bakteri S. mutans sehingga dapat mencegah terjadinya karies.

BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Starter Kombucha, teh hitam, dan gula pasir untuk membuat kombucha tea, media Muller Hinton Blood (MHB), Latex Streptococcal Grouping Kit merk Oxoid, NaCl, Methyl red, Gentian violet dan Oil Immersi.
Rancangan penelitian adalah penelitian eksperimental Randomized pretest-posttest control group design. Sampel adalah penderita karies dengan DMF-T> 3, berusia 15-40 tahun, yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 13 orang. Kelompok Perlakuan adalah sampel yang berkumur menggunakan kombucha tea, dan kelompok Kontrol adalah sampel yang berkumur menggunakan akuades steril.


Pembuatan Kombucha tea
Pembuatan kombucha tea dengan menggunakan starter kombucha, satu liter air dipanaskan hingga mendidih dalam wadah stainless steel, kemudian dituangkan gula pasir 100 gr. Selanjutnya dimasukkan  2 kantong teh celup ke dalamnya, dibiarkan sekitar 15 menit hingga teh larut. Teh disaring dengan penyaring kain atau yang terbuat dari Stainless steel dan dimasukkan ke dalam wadah yang terbuat dari kaca yang sudah disterilkan. Setelah teh dingin, ditambahkan Starter Kombucha yang berbentuk padat dan cairan yang berasal dari fermentasi sebelumnya sebanyak 10%. Bagian atas wadah ditututp dengan kain kasa steril  yang diikat dengan karet gelang untuk memberikan oksigen dalam jumlah kecil (mikroaerofilik). Selanjutnya diinkubasi selama10 hari dalam suhu ruangan. Suhu optimal adalah 23–27 oC, terhindar dari sinar matahari serta bebas goncangan atau getaran. Setelah fermentasi selesai, saring teh hasil fermentasi dimasukkan dalam botol yang bersih dan steril dan disimpan dalam lemari es  untuk menghindari fermentasi lanjutan.
   
Protokol Penelitian                          
Sampel menyikat gigi sesuai dengan kebiasaan sampel untuk menghomogenkan sampel. Setelah 5 menit dengan tujuan untuk menetralkan kembali kondisi rongga mulut, dilakukan pengambilan sampel dengan tehnik swab, dari bagian bukal gigi molar atas turun ke mukosa bukal dilanjutkan bagian bukal gigi molar bawah kiri dan kanan. Hasil swab dimasukkan ke media Triptase Soy Broth (TSB). Pada kelompok perlakuan, subyek berkumur dengan kombucha tea dan pada  kelompok kontrol berkumur dengan akuades steril. Berkumur dilakukan selama 30 detik dengan tehnik berkumur yang benar.  Setelah berkumur, subyek tidak makan dan minum selama pengambilan sampel. Setelah 15 menit, dilakukan pengambilan sampel dengan tehnik swab, dari bagian bukal gigi molar atas turun ke mukosas bukal dilanjutkan bagian bukal gigi molar bawah kiri dan kanan. Hasil swab dimasukkan ke media TSB, dan segera dibawa ke laboratorium mikrobiologi untuk diproses lebih lanjut. 

Pembiakan Bakteri
Cara yang paling umum digunakan untuk menghitung jumlah bakteri adalah dengan pengenceran. Dibuat seri pengenceran 10-1–10-5. Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml pada media TSB menggunakan mikro pipet steril dimasukkan ke dalam tabung 9 ml NaCl seri pengenceran 10-1. Setelah sampel masuk lalu dihomogenkan dengan menarik dan melepaskan pipet tersebut secara berulang–ulang. Selanjutnya diambil lagi sebanyak 1 ml dari tabung 10-1 dan dipindahkan ke tabung 10-2 secara asepsis dan dihomogenkan kembali dengan cara menarik dan melepas pipet tersebut. Hal terebut terus dilakukan sampai pada pengenceran 10-5. Setiap tingkat pengenceran digunakan pipet yang baru sehingga hasil benar-benar akurat, kemudian ditanam pada media agar Mueller-Hinton Blood. Media tersebut diinkubasi pada suhu 37 oC, hasil pembiakan dilihat 2 x 24 jam.  Penghitungan jumlah bakteri dihitung secara manual dari koloni bakteri yang tumbuh dengan menggunakan colony counter. Beri tanda pada dasar petri dan dihitung jumlah koloni dengan mengalikan faktor pengenceran. Koloni yang tumbuh diidentifikasi dengan pewarnaan Gram untuk memastikan bahwa koloni tersebut adalah Streptococcus. Setelah memastikan koloni tersebut adalah Streptococcus, kemudian dibuat subkultur untuk mendapatkan koloni Streptococcus yang murni. Koloni bakteri yang murni tersebut digunakan pada uji katalase, uji latex dan uji biokimia.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Data koloni bakteri rongga mulut, jumlah bakteri S.mutans, dan pH saliva sebelum dan sesudah perlakuan diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa data koloni bakteri rongga mulut kedua kelompok tidak berdistribusi normal, namun sesudah dilakukan transformasi data dalam bentuk log distribusinya menjadi normal (p>0,05). Uji homogenitas dengan menggunakan Levene’s test.  
Selanjutnya dilakukan analisis komparabilitas yang bertujuan untuk membuktikan perbandingan rerata koloni Streptococcus mutans antar kelompok sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Berkumur akuades pada kelompok kontrol, dan berkumur kombucha tea hasil fermentasi 10 hari pada kelompok perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-independent disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbedaan rerata jumlah bakteri S.mutans antar kelompok sebelum dan sesudah perlakuan (n=13)
Klp
Pre
(CFU/ml)
Post
(CFU/ml)
     t
p
K
6131,38±3717,74
6176,46±4456,28
0,025
0,980
P
4348,92±2132,37
2093,08±1754,15
2,924
0,013
Ket: K (Kontrol): sampel yang berkumur menggunakan akuades steril; P(Perlakuan): sampel yang berkumur menggunakan kombucha tea

Tabel 1 menunjukkan bahwa rerata jumlah bakteri Streptococcus mutans kelompok kontrol adalah 6176,46±4456,28 CFU/ml dan rerata kelompok berkumur kombucha tea hasil fermentasi 10 hari adalah 2093,08±1754,15CFU/ml. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa dengan uji t-paired didapatkan masing-masing nilai  t= 0,025 dan t= 2,924 dengan nilai kemaknaan masing-masing yaitu nilai p= 0,980 dan nilai p= 0,013. Hal ini berarti bahwa rerata koloni Streptococcus pada kelompok kontrol tidak berbeda bermakna (p>0,05) sedangkan kelompok perlakuan antara sebelum dengan sesudah diberikan perlakuan berbeda bermakna (p<0,05).
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ada perbedaan bermakna jumlah koloni bakteri rongga mulut sebelum dan sesudah berkumur kombucha tea hasil fermentasi 10 hari dibandingkan dengan kelompok kontrol sebelum dan sesudah berkumur akuades. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah bakteri rongga mulut setelah berkumur kombucha tea hasil fermentasi 10 hari.
Penelitian ini sesuai dengan pendapat Naland (2008); Dufresne dan Farnworsh (1999), yang menyatakan kombucha berfungsi sebagai penyembuh terhadap berbagai macam penyakit. Selama proses fermentasi dan oksidasi berlangsung pada kombucha, terjadi bermacam-macam reaksi pada larutan teh manis secara asimilatif dan disimilatif. Jamur teh memakan gula, dan sebagai gantinya jamur memproduksi zat-zat yang bermanfaat  dalam minuman tersebut seperti asam glukorunat, asam laktat, vitamin, asam amino, antibiotik, serta zat-zat lain.5,6
Naland (2008), menyatakan bahwa kandungan kimia yang terdapat pada kombucha antara lain vitamin B1 (Tiamin), B2 (Riboflavin), B3 (Niasin), B6 (Piridoksin), B12 (Sianokobalamin), B15 dan vitamin C, asam folat, asam glukoronat, asam asetat, asam laktat, asam amino, enzim, serta antibiotik. Kandungan asam glukoronat dalam kombucha tea mampu membentuk sistem pertahanan tubuh dengan mengikat toxin (racun) yang selanjutnya akan dikeluarkan oleh tubuh. Sklenar (1964) dan Frank (1996) menyatakan bahwa kombinasi asam laktat dan asam glukoronat  dalam kombucha sangat efektif menghancurkan mikroorganisme yang merusak seperti bakteri, virus dan jamur serta membuang kotoran dan racun dalam tubuh, sehingga dengan meminum kombucha maka mikroorganisme yang merugikan dalam tubuh dapat dikurangi.6
Milanda dkk. (2005), meneliti isolasi dan identifikasi salah satu senyawa fraksi kombucha dengan aktifitas antibakteri terbesar terhadap Salmonela typhi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teh kombucha memberikan aktifitas antibakteri yaitu fraksi etil asetat.7 Peneliti selanjutnya oleh Aryadnyani (2010), menunjukkan bahwa peningkatan waktu fermentasi kombucha tea akan meningkatkan daya hambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli secara in vitro, dan sebagai hasilnya kombucha dapat menghambat pertumbuhan  bakteri Escherichia coli.8
Kombucha dalam hasil fermentasinya mengandung asam asetat dan asam laktat. Penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2007), bahwa asam asetat dan asam laktat mampu menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella sp pada karkas ayam.9 Pada penelitian Lb. pantarum kik dan MAG minyak kelapa yang mengandung senyawa asam asetat, asam laktat, asam sitrat, terhadap  bakteri gram positif (L. monocytogenes dan B. cereus) dan bakteri gram negatif (S. Typhirium), terjadi lisis pada dinding sel yang ditandai dengan pelepasan ion Ca2+ dan kebocoran membran sel dengan pelepasan protein, asam nukleat, dan ion K+  ke lingkungan.9
Ultee (1998), menyatakan bahwa ion K+ merupakan kation utama yang terkandung dalam sitoplasma pada sel yang sedang tumbuh, sedangkan ion  Ca2+  dan Mg2+ terdapat di bagian sitosol yaitu cairan sitoplasma. Kedua jenis ion ini juga ditemukan pada dinding sel yang turut berperan dalam aktifitas enzim. Ion K+ memiliki peran dalam mengaktifasi enzim sitoplasma, menjaga tekanan turgor, serta mengatur pH sitoplasma. Ion Ca2+ dan Mg2+ berfungsi menghubungkan lipopolisakarida (LPS) pada dinding sel bakteri gram negatif dan pada bakteri gram positif. ion Ca2+ dan Mg2+ juga berfungsi menghubungkan asam teikoat sebagai penyusun peptidoglikan.9
Uji fitokimia yang dilakukan penulis terhadap kombucha tea hasil fermentasi 10 hari, menunjukkan adanya senyawa triterpenoid, alkaloid, fenolat, tannin, saponin dan flavonoid.
Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif yang dapat menghasilkan polisakarida permukaan yang spesifik (10-50% dari dinding sel) dan protein yang berhubungan dengan peptidoglikan. Dinding sel bakteri gram positif mempunyai peptidoglikan yang tebal dibandingkan bakteri gram negatif. Polisakarida yang sangat dikenal adalah asam teikoat. Bakteri ini tahan tehadap suasana asam dalam lingkungannya.10
Streptococcus mutans merupakan agen penyebab utama karies pada manusia.Kemampuan bakteri ini melekat pada permukaan gigi merupakan hal terpenting bagi perkembangan karies. Sukrosa dari makanan dapat digunakan Streptococcus mutans untuk meningkatkan koloninya dalam rongga mulut. Streptococcus mutans mempunyai dua enzim pada dinding selnya yang dapat membentuk dua macam polisakarida ekstraseluler dari sukrosa. Fruktosa (levan) dihidrolisis oleh enzim fructosyltransferase dan glukosa (dekstran) dihidrolisis oleh enzim glucosyltransferase. Patogenesis Streptococcus mutans terjadi melalui erosi hidroksiapatit seperti mineral dari enamel oleh asam laktat yang merupakan hasil akhir metabolik dari pertumbuhan bakteri.11
Tannin merupakan senyawa polifenol berukuran besar yang mengandung banyak gugus hidroksil dan gugus lain seperti karboksil untuk membentuk perikatan kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul yang lain, berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat.12  Tannin memiliki aktivitas antibakteri dengan cara merusak membran sel bakteri. Senyawa astringen tanin dapat menginduksi pembentukan kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau subtrat mikroba dan pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri. Mekanisme kerja senyawa tanin dalam menghambat sel bakteriadalah dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri, menghambat fungsi selaput sel (transpor zat dari sel satu ke sel yang lain) dan menghambat sintesis asam nukleat sehingga pertumbuhan bakteri dapat terhambat.13
Senyawa flavonoid termasuk dalam senyawa fenolik dengan struktur kimia C6C3C6. Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatic B dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen. Bentuk teroksidasi cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid ke dalam sub kelompoknya. Mekanisme penghambatan flavonoid terhadap pertumbuhan bakteri diduga karena kemampuan senyawa tersebut membentuk komplek dengan protein ekstraseluler, mengaktivasi enzim dan merusak membran sel. Pada umumnya senyawa flavonoid dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif. Flavonoid dapat berfungsi sebagai bahan antimikroba dengan membentuk ikatan komplek dengan dinding sel dan merusak membran. Senyawa ini merupakan antimikroba karena kemampuannya membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler terlarut serta dinding sel mikroba. Flavonoid yang bersifat lipofilik akan merusak membran mikroba.13
Senyawa triterpenoid memiliki kerangka dasar yang terdiri dari enam unit satuan isoprene dan dalam biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualen. Penelitian yang dilakukan oleh Murdianto (2014), senyawa triterpenoid menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.14 Hasil penelitian ini sesuai juga dengan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Sukadana (2008), yang menunjukkan aktifitas antibakteri senyawa golongan triterpenoid dari biji papaya (carica papaya L.).15
Senyawa saponin adalah suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid atau triterpena. Saponin mempunyai aktifitas farmakologi yang cukup luas diantaranya meliputi:  immunomodulator, antitumor, anti inflamasi, antivirus, anti jamur, dapat membunuh kerang-kerangan, hipoglikemi dan efek hipokolesterol. Saponin juga mempunyai beranekaragam sifat seperti manis, pahit, berbentuk buih, dapat menstabilkan emulsi, dapat menyebabkan hemolisis.4 Penelitian  yang dilakukan oleh Rosyidah (2010), bahwa saponin menghambat pertumbuhan S.aureus dan E.coli.16
Senyawa alkaloid adalah senyawa yang mengandung basa nitrogen, biasanya dalam bentuk heterosiklik. Alkaloid terdistribusi luas pada tanaman. Banyak alkaloid merupakan turunan asam amino lisin, ornitin, fenilalanin, asam nikotin, dan asam antralinat. Alkaloid diklasifikasikan berdasarkan tipe dasar kimia pada nitrogen yang terkandung (Mursiti, 2013) Penelitian terhadap alkaloid, bahwa alkaloid mempunyai sifat antibakteri yaitu terhadap bakteri S.aureus Pen-, S.aureus Pen+, S.aureus ATCC 25923, S.aureus ATCC 53154, S.carmonum LMG13567, B.cereus LMG 13569, E. faecalis, E. faecalis CIP 103907, Sh. bodii, Sh. flexneri, Sh. dysentriae, Sh. dysentriae CIP54501, Sal. Thyphi, sal. Parathyphi, E.coli, E.coli CIp 105182.17
Uji fitokimia pada penelitian ini tidak dapat menentukan prosentase zat-zat aktif yang terdapat dalam kombucha tea, sehingga tidak diketahui zat aktif yang paling memegang peranan sebagai antibakteri.

SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian di atas, berkumur dengan kombucha tea fermentasi 10 hari menurunkan jumlah koloni bakteri Stertococcus mutans. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana mekanisme kombucha tea dapat menurunkan jumlah koloni bakteri S.mutans.

DAFTAR PUSTAKA
1.       Kidd AM, Joyston, Bechal S. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Narlan Sumawinata (Penterjemah), Jakarta: EGC; 1992
2.       Hurlburt M, Brian MS, Novy, Dauglass. Dental Caries: a pH Mediated Disease, CDHA journalwinters  2010; h. 9-18
3.       Silaban, S. Pengaruh Jenis Teh dan lama fermentasi pada Pembuatan Teh kombucha. (Skripsi) Medan: Universitas Sumatra Utara; 2009
4.       Rahayu. Uji Antijamur Kombucha Coffee  terhadap Candida albicans  dan Tricophyton mentagrophytes. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro; 2009
5.       Naland H. Kombucha Teh Dengan Seribu Khasiat. Agromedia Pustaka. Jakarta: 2008; h. 2-58.
6.       Dufresne C, Farnworsh, E. Tea, kombucha and Health. Review Article. Food Research and development Centre Agriculture and agri-food Canada Elsevier. 1999. 33; h. 409-42.
7.       Milanda T, Susilawati Y, Mutakin IBD. Isolasi dan identifikasi salah satu senyawa dalam fraksi kombucha dengan aktifitas antibakteri terbesar tehadap Salmonella typhi. 2005. Farmaka, 3(2); h. 1-10
8.       Aryadnyani. Peningkatan Waktu fermentasi Kombucha Tea Meningkatkan Daya Hambat Pertumbuhan Bakteri E.Coli Penghasil Extended Beta laktamase (ESBL) Secara In Vitro. 2012. Tesis.Denpasar:  Universitas Udayana
9.       Asriani BL, Sedarnawati IS. Mekanisme Antibakteri Metabolit Lb. pantarum Kik dan Monogliserol Minyak kelapa terhadap Bakterri Patogen Pangan. Jurnal Teknol dan Industri Pangan 2007; 18(2); h. 152-9
10.    Fardiaz S. Analisa Kuantitatif Mikrobiologi Pada Bahan Pangan. Mikrobiologi Pangan I.  Jakarta: PT  Gramedia  Pustaka Utama; 1992
11.    Willett NP, White RR, and Rosen W. Essential Dental Microbiology.Connecticut: Appleton & Lange A Publishing Division of Prentice Hall. 1991; h. 303-8
12.    Hayati E.K.. Fraksinasi  dan Identifikasi Senyawa Tannin dari Daun belimbing wuluh. Jurnal Kimia 2010; 4(2) :193-200
13.    Roslizawaty, Ramadani NY, Fakhruransi, Herrialfian. Aktifitas antibakteri ekstrak etanol dari rebusan sarang semut (myrmecodia sp) terhadap bakteri E.coli. Jurnal Medika Veterinaria 7(2). ISSN: 0853-1943. 2013; h. 205-9
14.    Murdianto AR, Fachhriyah E, Kusrini dewi. Isolasi, identifikasi serta uji aktivitas antibakteri senyawa golongan triterpenoid dari ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (ten.) steen) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. E-jurnal s-1. 2014; Undipac.id/ indexphpi/article
15.    Sukadana IM, Sri-Rahayu, Juliarti. Aktifitas antibakteri senyawa triterpenoid dari biji pepaya. Jurnal Kimia 2008; 1(2); h. 15-8
16.    Rosyidah K., Nurmuhaimina S., Astuti, Komasi. Aktifitas antibakteri fraksi saponin dari kulit batang tumbuhan kasturi. ACCHEMY 1(2), 2010; h. 53-105
17.    Korou D, Savadogo, Canini, Yamego. Antibacteryal actyvity of alkaloid  from sida acuta. African Journal of Biotechnology 2005; 4(12); h. 1452-7



Tidak ada komentar:

Posting Komentar